Komisi I DPR akhirnya menyetujui Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI pada Rabu (6/12/2017) sore. Sebelumnya, Marsekal Hadi merupakan pilihan Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Keputusan tersebut diambil setelah melakukan uji kepatutan dan kelayakan selama kurang lebih 6 jam.
"Sepuluh fraksi menyatakan setuju. Ya, (disetujui) secara aklamasi," kata Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Namun bersamaan dengan proses pergantian panglima TNI tersebut ternyata banyak komentar negatif di media sosial. Umumnya, mereka mempermasalahkan pergantian Panglima TNI karena masa pensiun Jenderal TNI Gatot Nurmantyo masih pada Maret 2018 nanti.
Parahnya, para penulis fitnah yang berseliweran di media sosial itu mendramatisir seolah-olah pemerintah sedang melakukan konspirasi tertentu. Bahkan lebih jauh lagi hal tersebut dikait-kaitkan dengan isu komunisme.
Padahal pergantian Panglima TNI merupakan hal yang sangat biasa dan wajar, dan itu adalah hak prerogatif Presiden. Secara hukum tatanegara sudah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Mereka yang menulis artikel seolah-olah negara sedang bahaya karena ada pergantian Panglima TNI, sebenarnya sedang memainkan peran sebagai seorang provokator. Mereka sengaja untuk memperkeruh situasi politik di Indonesia, menjelang Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019.
Menariknya, para pembuat fitnah dan penyebar informasi hoax tersebut menyoroti himbauan dari seorang politisi DPR RI bahwa menjelang akhir jabatannya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tak melakukan kebijakan strategis seperti mutasi perwira tinggi. Hal itu demi menjaga kondusifitas di TNI.
Berita tersebut dipelintir untuk kemudian dianggap sebagai upaya pembungkaman Gatot Nurmantyo sebelum dilengserkan. Bahkan mereka mengarang cerita bahwa itu adalah bagian dari skema konspirasi pemerintahan Jokowi.
Tentunya, hal tersebut sangat lucu. Karena himbauan itu sebenarnya merupakan tradisi yang baik di TNI dalam menjaga kondusifitas. Kebijakan strategis bukan tak boleh dilakukan, tapi sebaiknya ditunda selama masa transisi. Dan, baru dilakukan pada masa Panglima TNI yang baru terpilih.
Seperti itulah mengerikannya pelintiran fakta dan penyebaran informasi hoax di media sosial. Segala hal bisa dipelintir sesuai kepentingannya yang penting tujuannya untuk menyudutkan pemerintahan yang sah saat ini.