Alkisah, di kampung tempat tinggal si Kabayan terdapatlah sebidang tanah kosong di pojokan jalan. Seperti kebiasaan orang kampung pada umumnya, tanah kosong tersebut menjadi tempat penampungan sementara atau pun juga akhir sampah dari rumah-rumah warga di situ.
Pak Dadang pemilik tanah kosong tersebut merasa gemas dan kesal melihat kebiasaan orang-orang di kampungnya yang sering membuang sampah di tanahnya. Jika dia berjaga-jaga di tanah tersebut untuk melihat siapa saja yang suka membuang sampah di sana, tidak ada seorangpun yang terlihat datang. Padahal, keesokan harinya sampah baru terlihat menumpuk.
Untuk memberitahu bahwa tanahnya bukanlah tempat penampungan sampah, dipasanglah oleh Pak Dadang papan bertuliskan besar-besar “DILARANG KERAS MEMBUANG SAMPAH DI SINI” di lokasi tersebut. Namun, setelah beberapa waktu, sepertinya tulisan itu tidak ada artinya. Tetap saja sampah bertambah. Apakah warga kampung tidak bisa membaca tulisan larangan itu, sepertinya tidak mungkin. Pak Dadang tahu persis bahwa penduduk kampungnya sudah bebas dari buta huruf.
“Atau mungkin mereka merasa tidak suka terhadap kesuksesanku, dengan cara membuang sampah ke tanahku?”, Pak Dadang merasa penasaran.
Saking kesalnya, tulisan pada papan tersebut ditambahnya. Menjadi “DILARANG KERAS MEMBUANG SAMPAH DI SINI, KECUALI MONYET!” Dengan harapan harga diri orang yang mau membuang sampah di situ tersinggung, sehingga tidak lagi membuang sampah di sana.
“Masak sih orang nggak kesentil dengan tulisan ini?!” pikir Pak Dadang sambil tersenyum-senyum menang.
Besok paginya, Si Kabayan yang merupakan salah satu warga kampung yang rutin membuang sampah di tanah kosong itu, menjadi orang pertama yang datang untuk membuang sampah. Begitu dia membaca tulisan pada papan yang sudah ada tambahannya, dia tertegun sejenak. “Sialan,..masak sayah dibilang monyet. Sayah kan orang!” Tersinggung juga rupanya hati si Kabayan membaca tulisan itu, dan dia pergi dari situ tidak jadi membuang sampah. Berikutnya orang-orang kampung yang lain pun mengikuti si Kabayan, tidak mau lagi membuang sampah di tanah Pak Dadang, karena merasa tersinggung dikatakan monyet.
Selama seminggu Pak Dadang merasa senang, karena tidak ada sampah baru yang terlihat di tanahnya. Namun hanya dalam sembilan hari saja kegembiraannya, karena di hari kesepuluh dia mendengar kabar dari pembantunya bahwa dalam tiga hari terakhir tanahnya sudah ditambahi sampah baru.
“Kurang ajarrr...! Kok, orang-orang itu masih membuang sampah di tanahku. Apa mereka sudah menjadi monyet beneran ya?!”, penasaran dia dibuatnya terhadap perubahan sikap orang-orang kampung yang sudah kembali membuang sampah di tanah kosong miliknya.
Pak Dadang mencari tahu, dan dia dapatkan. Dari kabar orang-orang, katanya, setiap pagi, bolak-balik seekor monyet datang ke tanah kosong itu, membawa sekeranjang sampah dan membuangnya di situ.
“Oaalah...pinter amat sih orang-orang itu! Pantesan mereka tidak tersinggung. Wong monyet yang buang sampah di sana!”, Pak Dadang bertambah kesal karena akalnya telah terkalahkan.
Rupanya, selama seminggu orang-orang tidak membuang sampah di sana, si Kabayan telah melatih seekor monyet untuk bisa membawa dari rumah dan membuang sampah di tempat itu. Setelah satu minggu berlalu, si Kabayan tiap pagi tinggal menyuruh monyetnya untuk membuang sampah di sana. Dan, tetangga-tetangganya ikut-ikutan dengan menyewa monyetnya untuk membuang sampah di tanah pojokan jalan itu.
Pak Dadang tahu bahwa monyet yang sering disuruh orang-orang untuk membuang sampah di tanahnya itu adalah milik si Kabayan. Dengan penuh kegemasan dan kegeraman, dia pun memodifikasi lagi tulisan pada papan itu “DILARANG KERAS MEMBUANG SAMPAH DI SINI, KECUALI MONYET! MANUSIA. YANG MENYURUHNYA MONYET!“
Hari-hari berikutnya, orang-orang membuang sampah seperti biasa di tanah milik Pak Dadang itu, termasuk si Kabayan.
(Cerita ini saya tulis kembali, bersumber dari cerita di majalah Kuncung sewaktu saya duduk di kelas 5 SD. Majalahnya sendiri entah sudah ada di mana!)
Foto diambil pada hari Rabu 26 Mei 2010 pukul 19.30 dalam kondisi hujan (CP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H