Kabar menghentak di pagi hari, setelah semalaman hujan begitu deras mengguyur di Kawasan Perkotaan Garut dan sekitarnya mulai sekitar pukul 19.30 WIB sampai sekitar pukul 23.00 WIB. Seiring berjalannya waktu dari pagi menuju siang, banyak informasi beredar terutama di media sosial bahwa Garut dilanda banjir bandang. Sungai Cimanuk yang selama ini begitu damai membelah Perkotaan Garut tiba-tiba mengamuk meluluhlantakan semua yang dilewatinya. Selama ini masyarakat merasa aman-aman saja karena Cimanuk yang mengalir di jantung Perkotaan Garut memiliki elevasi yang cukup tinggi dengan permukiman penduduk yaitu rata-rata lebih dari 6 meter. Tetapi kejadian kemarin membuat semua tersadar bahwa Sungai Cimanuk bisa saja kapan saja menghancurkan semua. Kejadian banjir bandang yang terjadi pada tengah malam sampai dini hari tersebut, tentunya akan berbeda ceritanya kalau terjadi di siang hari, dimana malam hari sebagian besar warga sedang tidur lelap.
Banjir bandang Sungai Cimanuk yang terjadi pada dini hari (21/09/11) merupakan bencana yang terbesar dalam sejarah di Kabupaten Garut. Setiap musibah tentunya adalah kekuasaan Allah Swt, semua telah tertulis sebagai takdir yang tidak bisa dihindari, dimana, kapan, dan siapa saja yang menjadi korban. Data dari Pusat Posko Makodim 0611 Garut sampai pukul 14.30 WIB menyebutkan sebanyak 19 orang meninggal dunia, korban selamat sebanyak 37 orang, dan dikabarkan sebanyak 12 orang hilang. Jumlah pengungsi di Aula Makorem 062 Taruma Negara sebanyak 186 orang, sudah pulang 89 orang, masih bertahan karena kehilangan rumah/rusak sebanyak 97 orang. Kerusakan bangunan rumah di Kec. Garut Kota, Tarogong, Banyuresmi, Cisurupan antara lain: rusak berat 135 unit, rusak sedang 19 unit, rusak ringan 187 unit, terendam 451 Unit, dan hanyut 194 unit. Sungguh bukan merupakan bencana yang keciltapi sudah bencana yang besar. Namun mau besar ataupun kecil setiap bencana adalah hal yang sangat kita hindari terutama yang mengakibatkan korban jiwa.
Berdasarkan arah alirannya, sungai-sungai di wilayah Kab. Garut dibagi menjadi dua daerah aliran sungai (DAS) yaitu Daerah Aliran Utara yang bermuara di Laut Jawa dan Daerah Aliran Selatan yang bermuara di Samudera Indonesia. Daerah aliran selatan pada umumnya relatif pendek, sempit dan berlembah-lembah dibandingkan dengan daerah aliran utara. Daerah aliran utara merupakan DAS Cimanuk, sedangkan daerah aliran selatan merupakan DAS Cikaengan dan Sungai Cilaki. Wilayah Kab. Garut terdapat 38 buah sungai dengan anak sungainya dengan panjang seluruhnya 1.403,35 Km.
Berdasarkan interpretasi citra landsat Zona Bandung, nampak bahwa pola aliran sungai yang berkembang di wilayah dataran antar gunung Garut Utara menunjukkan karakter mendaun, dengan arah aliran utama berupa Sungai Cimanuk menuju ke Utara. Aliran Sungai Cimanuk dipasok oleh cabang-cabang anak sungai yang berasal dari lereng pegunungan yang mengelilinginya. Secara individual, cabang-cabang anak sungai tersebut merupakan sungai-sungai muda yang membentuk pola pengaliran sub-paralel, yang bertindak sebagai subsistem dari DAS Cimanuk. Sebagian besar wilayah di Kab. Garut termasuk Sub DAS Cimanuk Hulu.
Sungai Cimanuk Hulu mempunyai kondisi pengaliran air sepanjang tahun dengan panjang sungai utama dari hulu (Gunung Mandalagiri Kec. Cikandang Kab. Garut) sampai dengan hilir (Kec. Jatigede Kab. Sumedang) sepanjang ± 84 Km, dengan jumlah anak sungai sebanyak 16 buah sungai sepanjang ± 178 Km , yaitu : Cimanuk Hulu, Cibodas, Cipeujeuh, Cikamiri Ciroyom, Cibeureum, Cisangkan, Cipari, Citameng, Cimuara, Cipancar, Cianten, Cicajur, Cipedes, Cigaruguy, dan Cibunilarang. Sub DAS Cimanuk Hulu secara geografis terletak di 107o42’161” - 108o10’54” BT dan 06o45’- 07o24’30” LS. Wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu secara administratif terletak di Kab. Garut (27 Kec), Sumedang (7 Kec) dan sedikit di Bandung (2 kecamatan), meliputi 356 desa, dengan luas total 152.983 Ha. Sub DAS Cimanuk Hulu meliputi 11 Sub-Sub DAS yaitu Cimanuk Hulu 16.171,46 Ha,Cicajur/Cipeujeuh 6.839,76 Ha, Ciherang/Cisangkan 13.314,98 Ha, Cibodas 9.703,96 Ha, Cikamiri/Ciroyom 10.068,88 Ha, Citameng/Cipari 12.320,08 Ha, Cibeureum/Cimuara 11.689,88 Ha, Cipedes 11.671,60 Ha, Cialing/Cicacaban 14.801,30 Ha, Cianten/Cipancar 25.587,59 Ha, Cikujang/Cimuja 14.614,66 Ha, dan Cigaruguy Ds 6.199,35 Ha.
Penyebab yang bisa dipastikan adalah masalah di hulu Sungai Cimanuk yaitu masalah kawasan hutan sebagai resapan air diantaranya masih adanya penebangan liar dan perambahan kawasan hutan, masih adanya penanaman sayuran di dalam kawasan hutan, masih belum optimalnya pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, masih luasnya lahan kritis di luar kawasan hutan. Pada tahun 2007 saja data menunjukan dari luas total lahan 364.022,358 ha, lahan tidak kritis 120.015,767 ha, potensial kritis 138.109,772 ha, agak kritis 91.209,363, kritis 13.550,258 ha, dan sangat kritis 1.137,198 ha. Penggunaan lahan Sub DAS Cimanuk Hulu didominasi oleh penggunaan lahan untuk pertanian sebesar 66%, sedangkan hutan termasuk hutan muda dan hutan rakyat sebesar 23,27%. Dari luas lahan pertanian, kebun campuran dan tegalan mendominasi (59,91%) dan sawah (38,75%).
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Garut (Perda 29/2011) menetapkan tujuan penataan ruang sebagai kabupaten Konservasi yang didukung oleh Agribisnis, Pariwisata dan Kelautan. Penetapan sebagai kabupaten konservasi karena Kab. Garut merupakan satu-satunya kabupaten di Jawa Barat dengan penetapan kawasan lindung terbesar yaitu 81,39%, bahkan di RTRW Kab. Garut menjadi 84,99% karena ada penambahan seperti sempadan sungai dan ruang terbuka hijau (RTH). Kab. garut sangat sadar diri sebagai wilayah yang rentan terhadap bencana. Semua jenis bencana ada di Kab. Garut, bahkan ada julukan sebagai minimarket bencana. Sempadan sungai termasuk dalam kawasan lindung berupa kawasan perlindungan setempat. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan fungsi sungai.
Aturan sempadan sungai bertanggul ditetapkan di dalam kawasan perkotaan adalah 3 (tiga) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul, di luar kawasan perkotaan adalah 5 (lima) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul. Sedangkan turan sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 10 (sepuluh) meter, di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter adalah 15 (lima belas) meter, di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter adalah 30 (tiga puluh) meter, di luar kawasan perkotaan untuk sungai besar adalah 100 (seratus) meter, untuk sungai kecil 50 (lima puluh) meter. Sementara yang terjadi di lapangan sebagian besar memiliki sempadan dibawah 1 meter bahkan tidak memiliki sempadan sama sekali.
Kawasan permukiman masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan, konsentrasi penduduk yang tidak merata, sebagian tinggal di daerah yang rawan seperti di sempadan Sungai Cimanuk. Alur erosi umumnya terjadi pada tebing-tebing disepanjang Sungai Cimanuk serta anak-anak sungainya. Dengan adanya penggalian pasir di dasar sungai atau tebing-tebing sungai, dapat menambah intensitas erosi sungai. Selain kawasan permukiman, keberadaan fasilitas umum dan fasilitas sosial di sempadan Sungai Cimanuk seperti RSUD dr. Slamet, Panti Wreda (jompo), asrama tentara, SLB, Kantor Polsek dan Kantor Kecamatan Karogong Kidul juga kantor-kantor pemerintah lainnya, berada pada kondisi yang sangat rentan karena persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan dan konstruksinya cukup tinggi sehingga apabila terjadi suatu bencana maka kerugiannya sangat besar seperti banjir bandang yang telah terjadi kemarin. Selain itu, bentuk kerentanan fisik yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan dan daya tanggap mitigasi menghadapi bencana.
Dalam jangka pendek, kekuatan bangunan rumah maupun bangunan gedung perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, perlu dibangunya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Cimanuk, jalur inspeksi, jalur dan ruang evakuasi. Selain itu, untuk jangka panjang rencana pengelolaan kawasan sempadan sungai yang harus dilakukan sekurang-kurangya penanaman pohon atau tanaman yang dapat mencegah terjadinya erosi dan penggerusan sisi sungai dan larangan penambangan pasir sepanjang Sungai Cimanuk. Kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi semua bagaimana seharusnya kita memperlakukan sungai sebagai sumber kehidupan dengan menjaganya mulai dari hulu sungai sampai hilir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H