Sesuatu akan indah bila semua saling terhubung, Penghubung memiliki peran untuk menyatukan. Pulau Bali dan Pulau Jawa akan terhubungkan bila ada selat Bali, begitu halnya penghubung antara bersatunya pria dan wanita dengan ikatan perkawinan karena adanya penghulu.
Lalu, apa yang menjadi penghubung antara mahasiswa dan masrarakat apa, bro ? , sebuah pertanyaan ringan namun memutar kepala ketika bercakap santai dengan sahabat kampusku. Sabahabtku hanya mengerutkan dahinya, serasa agak susah menjawabnya. Langsung saja kujawab “Ya, ada setidaknya joged bumbung, bro”.
Setelah kusampaikan jawaban itu, sahabatku bertanya balik kepadaku. “ Apa sebenarnya hubungannya joged bumbung dengan mahasiswa dan masyarakat ?”. Sambil mengeser tempat duduk saya mencoba menjelaskan prihal pengalamanku. Ini adalah hal penting kusampaikan padanya, karena saya tahu sahabatku ini tahun depan mungkin akan mengalami nasip yang sama yaitu berhadapan dengan masyarakat dalam program KKN di sebuah desa.
Sekitar sebulan kami mahasiswa KKN PPM UNUD periode VIII tinggal di desa Demulih Kecamatan Susut Kabupaten Bangli. Berbagai kegiatan telah kami lakukan, mulai dari penyuluhan LPD, aksi kebersihan sampah, dan pelayanan ternak. Kegiatan yang kami lakukan semuanya sifatnya membangun desa. Namun ketika kegiatan telah kami jalankan ada persoalan yang datang berkenaan dengan cara pandang masyarakat terhadap apa yang kami lakukan. Program-program kami kurang mendapat respon dari masyarakat setempat. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya peserta yang hadir dalam setiap penyuluhan. Pendekatan dan undanganpun telah kami lakukan, dan perkiraan kami benar-benar meleset dari harapan. Saat itu saya mulai merenung apa sebenarnya yang terjadi dengan masyarakat desa, apa mereka apatis dengan kami mahasiswa yang mungkin hanya bisa memberi teori belaka ?. Renungan inilah yang kemudian selalu saya simpan dalam ingatan.
Diujung rangkaian kegiatan KKN, kami mahasiswa peserta KKN mengadakan acara perpisahan. Dalam acara tersebut kami secara sepontanitas memiliki gagasan bagaimana di akhir kegiatan mahasiswa dapat berbaur dengan masyarakat dengan sukacita. Untuk rencana itu kami saling menyampaikan ide gagasan, dan sebuah keputusan bersama adalah mendatangkan group tari jogged bumbung.
Joged bumbung adalah tarian muda mudi yang digemari seluruh lapisan masyarakat, baik anak-anak, kaum muda sampai tua bahkan kaum manula pun sangat antusias menikmatinya. Tarian ini biasanya ditarikan oleh empat sampai lima penari yang menari secara bergantian. Gemulai penari yang memberi unsure erotis penuh kelucuan adalah salah satu pesona kenapa tarian ini digemari masyarakat. Maka tidaklah salah bila suara aklamasi kami mahasiswa peserta KKN menghadirkan tarian ini sebagai bagian bentuk dari pembauran.
“Beh, joss”. Benar tidak salah dugaanm, terbukti banyak warga dari segala penjuru desa datang berduyun-duyun memadati balai banjar. Mereka berebut tempat untuk melihat aksi penari dan pengibing, para penari yang rata-rata masih muda belia sangat gemulai menyihir para kaum adam yang tidak mengenal usia. Begitu selendang dikalungkan maka pengibing akan mengibing (nyawer), disinilah variasi gerakan tari dari serius sampai jenaka bisa disaksikan termasuk para pengibing yang hanya sekedar berusaha grepe-grepe (memegang tubuh penari).
Saya mengamati sebuah kejadian yang saya analisa inilah sebenarnya “penghubung” yang tepat dan diinginkan masyarakat. Pada saat penari dan pengibing (penyawer) melakukan pementasan disitulah letak kemeriahannya. Sorak-sorai penonton tumpah ruah jadi satu.
Memang terkadang apa yang kita inginkan tak sesuai dengan harapan. Apa yang kita rencanakan juga tak sejalan dengan kenyataan. Kita inginnya memberi penyuluhan ternyata yang menarik malah hiburan. Sepertinya kita sebagai mahasiswa harus pintar dan kreatif dalam mengkemas suatu acara. Menyuguhkan hiburan namun tidak mengesampingkan inti tujuan dari penyelenggarakan suatu acara. Selain itu agar niat untuk menghubung-hubungkan sesuatu dapat tercapai.
Bila mengingat kata bijak, pengalaman adalah guru terbaik dalam melihat masa depan, maka tidaklah berlebihan bila apa yang telah saya lakukan dapat dibagikan menjadi sebuah sharing pengalaman. Hidup ini memang terasa indah bila terhubungkan, maka selama kita masih berhadapan dengan masyarakat, pintar-pintarlah melihat kepekaan apa yang diinginkan mereka, bukan apa keinginan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H