Anehnya lagi, teknisi itu juga tidak bisa melaporkan kondisi kelebihan kapasitas di terminal kepada provider yang bertanggung jawab. Alasannya, bukan bagian dari tugas mereka. Jaringan internet satu blok itu dipegang beberapa perusahaan subcon berbeda selaku pihak ketiga.
Untuk pemasangan instalasi awal perusahaan A, bagian penanganan komplain perusahaan B, dan untuk membenahi infrastruktur kabel dan sebagainya itu perusahaan C. Tiga perusahaan sub kontraktor itu sama sekali tidak memiliki jalur koordinasi. Ini dalam satu provider.
Saya pun gerak cepat mencari solusi internet agar tidak sering mengganggu pekerjaan, dengan pindah provider. Keputusan pindah pun secara baik-baik dengan mengembalikan modem ke kantor provider yang telah 5 tahun menemani perjalanan hidup. Petugas penerima pun begitu ramah, dan adem. Â
Saat proses pengembalian alat, muncul tukang ojek daring membawa pesanan makanan untuk pemesan yang beralamat di kantor tersebut. Driver ojek daring itu menyebutkan nama namun tak satupun petugas yang bisa mengenal nama tersebut.
"Di sini banyak kantor, pak. Jadi kalau tidak disebut nama perusahan sulit ketemu," ujar karyawan tersebut.
Tuh, kalau yang pesan makanan aja kesulitan mencari nama akibat banyak perusahaan bagaimana nasib pelanggan internet yang perawatan infrastruktur jaringan dipegang banyak tangan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H