Mohon tunggu...
Sosbud

Ketika Kebesaran Makhluk Mendominasi Hati Manusia

28 Juli 2009   11:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:54 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah gonjang-ganjing pilpres, bom, wabah flu babi, dan gempuran berita-berita beraroma "duniawi" lainnya, sempatkah kita memaknainya atas semua peristiwa itu sebagai " ayat-ayat Allah yang sengaja dikirim oleh Yang Maha Pencipta Sejarah" untuk menguji iman dan amal kita sehari-hari? Sadarkah kita bahwa respons pikiran, perasaan, dan pancaindera kita atas berbagai peristiwa itu hanya berdampak pada dua sisi nilai yang berseberangan secara diametral: pahala atau dosa? Modal apa yang kita butuhkan agar kita dapat memetik pahala ( dan dengan sendirinya dapat terhindar dari dosa) dari setiap peristiwa yang menggedor pikiran, perasaan, dan pancaindera dari berbagai arah itu?

Allah swt. sudah memastikan bahwa kejayaan, kebahagiaan, dan kesuksesan kita sebagai manusia, baik di dunia sekarang maupun di akhirat kelak, ada dalam iman dan amal agama yang sempurna. Indikator kesempurnaan iman ditandai oleh bersihnya hati kita dari "kebesaran-kebesaran makhluk" dan "didominasinya hati kita oleh Kemahabesaran Allah swt yang Khaliq ( Maha Pencipta), Malik (Maha Pengatur), dan rajiq (Maha Pemberi Rizki)".

Indikator kesempurnaan amal ditandai oleh perilaku kita yang mengacu kepada perilaku utusan Allah (Rasulullah saw) sebagai ushwah hasanah (figur dan contoh terbaik, yang bersih dari kesalahan karena seluruh perilakunya dibimbing wahyu ilahiyah).

Manusia yang hatinya didominasi oleh Kebesaran Allah swt dan perilakunya mengikuti jejak Rasulullah saw, pasti akan bereaksi sesuai aturan Allah dan sunnah Rasulullah ketika berhadapan dengan berbagai peristiwa, dan oleh karenanya akan mendatangkan pahala.

Sebaliknya, manusia yang hatinya didominasi oleh "kebesaran makhluk" (berupa pangkat, jabatan, kekayaan, ketenaran, kekuasaan, dan ujud materialistik lainnya) dan perilakunya jauh dari model ideal yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, pasti akan beraksi menyimpang dari aturan Allah swt dan sunnah Rasulullah saw ketika berhadapan dengan berbagai peristiwa, dan oleh karenanya akan mendatangkan dosa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun