[caption id="attachment_208156" align="aligncenter" width="524" caption="Saputangan Kenangan - Sumber gambar: strezkuliah.com"][/caption]
Kalau Lebaran menjelang, ada satu momen yang selalu terngiang di ingatan saya, bersilaturahmi dan sungkem pada alm. nenek dan kakek. Saya selalu menanti-nanti saat itu. Banyak yang membuat kerinduan akan suasana tersebut. Selain nenek seorang yang hangat dan ramah, beliau juga sangat pandai memasak. Pokoknya, kalau saya ke rumah nenek, saya bisa makan sampai 3 piring. Gembul memang, tapi mau bagaimana lagi, masakan nenek tiada duanya sih.
Selain pandai memasak, nenek juga pandai bercerita. Banyak sekali kisah-kisah dia bawakan dengan gaya yang lucu, ceria dan bersemangat. Apalagi kalau nenek bercerita masa remajanya saat pendudukan tentara Jepang. Nenek menceritakan bagaimana berbedanya pendidikan saat dalam pendudukan Belanda. Dulu, nenek banyak diajari merajut, membuat kerajinan tangan, membuat boneka, serta lumayan fasih berbahasa Belanda. Namun saat tentara Jepang menguasai tanah air, nenek lebih banyak mengikuti organisasi kerakyatan. Bahkan belajar berbaris dan berperang.
Satu hal yang selalu saya ingat akan pancaran wajah nenek, dia akan sangat bersemangat saat bercerita bagaimana tiap pagi diadakan olah raga bersama di sekolahnya. Nenek bercerita sambil menyanyikan lagu Jepang: "Miyoto o Kaino" (benar gak ya penulisannya? ).
Darinya juga, saya banyak mempelajari beberapa lagu Jepang tempo dulu, seperti : Fuji no Yama, dan lainnya.
Ada lagi yang selalu mengingatkan saya pada nenek. Beliau pernah memberikan saya saputangan kenang-kenangan temannya saat mereka terpisah karena masing-masing harus mengikuti panggilan jiwa dalam tugas masing-masing. Nenek dipersunting kakek yang seorang tentara pejuang, sedangkan temannya melanjutkan sekolahnya ke luar negeri.
Saputangan tersebut awalnya tidak sengaja menjadi milik saya. Saat saya bermain di rumah nenek, saya yang sering jahil waktu itu timbul iseng saat melihat ada sepeda tetangga yang diparkir di halaman rumah nenek. Tanpa minta ijin saya langsung menaiki sepeda tersebut keliling gang. Ternyata tanpa saya tahu, rem sepeda tersebut blong. Dari arah tikungan ada seorang penjual kerupuk dengan kaleng yang sangat besar. Saya yang terlanjur ngebut mendadak pucat karena remnya blong. Akhirnya saya menabrak kaleng besar tersebut dan jatuh masuk ke dalamnya. Kaki saya berdarah dan nenek membebatnya dengan sapu tangan itu.
Hingga saat ini, saputangan itu masih saya simpan. Saya sering rindu akan suasana Lebaran bersama alm. nenek, dan saya hanya bisa melepas rindu itu dengan memandang sapu tangan tersebut.
***
Untuk melihat tulisan lainnya silahkan klik di sini
Catatan :
- Hanya sebagai contoh untuk lomba Blogging HUT CF yang pertama
- Ilustrasi foto harusnya merupakan hasil “jepretan” terbaru dan milik sendiri” (original)
- Jumlah foto tidak ditentukan untuk mendukung cerita kenangan
- Jumlah kata minimal 500 dan maksimal 1000
- Perkiraan tanggal barang kenangan yang difoto harus disebutkan
- Tulislah semenarik mungkin, apalagi dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang
- Foto dan Isi tulisan adalah satu kesatuan penilaian
- Perhatikan ketentuan batas tanggal penanyangan tulisan (23 Agustus 2012, pkl. 23.59)
- Bagi yang belum mendaftar silahkan daftarkan di tulisan ini, Batas waktu 22 Agustus 2012, pkl 22:00
- Tulisan yang sudah ditayangkan, silahkan disebutkan linknya dalam kolom komentar tulisan di sini
Selamat menulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H