Oleh: Siti Maya Rahmayanti,S.Pd
Rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam Undang-undang nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran seringkali menjadikan buku teks sebagai sumber utama oleh guru dalam pengembangan pembelajaran. Isi buku teks pelajaran mengacu kepada standar isi yang berupa kompetensi dasar (KD) dan standar kompetensi (SK). KD dan SK merupakan materi minimal yang harus dikembangkan oleh guru ketika menyusun kurikulum satuan pendidikan (KTSP).
Uraian materi yang ada pada buku, pada dasarnya merupakan pengembangan materi yang dilakukan oleh penulis buku. Dalam mengembangkan materi secara historiografi penulis buku melakukan interpretasi terhadap batasan materi yang ada dalam SK dan KD. Dengan demikian struktur berpikir penulis buku sangat berpengaruh dalam mendeskripsikan uraian materi. Lalu mata pelajaran yang diberikan sekolah merujuk pada kurikulum yang berlaku sehingga buku teks yang digunakan pun harus sesuai dengan tujuan yang ada pada mata pelajaran dan merujuk juga pada tujuan pendidikan nasional. Jadi buku teks ini merupakan alat yang digunakan agar tujuan dari kurikulum tercapai.
Permasalahan yang terhadap buku teks dan kurikulum yaitu kurikulum selalu mengalami perkembangan sesuai dengan tantangan jaman, sehingga buku teks pelajaran sulit untuk menyesuaikan dengan perkembangan tersebut. Selain itu, permasalahan buku teks pelajaran isinya sama seperti apa yang tercantum dalam kurikulum. Di dalam buku tersebut dicantumkan kalimat ”berdasarkan Kurikulum 1994”. Pencantuman kalimat tersebut berkaitan dengan pasar penjualan bukan terhadap kualitas isi bukunya. Pencantuman kalimat daya jualnya menjadi tinggi. Guru, sekolah, dan pengawas merasa aman menggunakan buku yang mencantumkan kalimat tersebut. Jadi dengan adanya kurikulum yang berubah dari masa ke masa itu membuat buku teks sulit untuk menyesuaikan dengan perkembangan tersebut.
Penyusunan suatu kurikulum dilandasi oleh dua landasan yaitu landasan filosofis dan landasan politis. Landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan teori atau ilmu tentang kurikulum. Sedangkan landasan politis berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pendidikan. Dengan demikian kurikulum merupakan bagian dari kebijakan pendidikan pemerintah.
Kurikulum sebagai suatu kebijakan pemerintah sudah barang tentu merupakan bagian dari kebijakan politik pemerintah terutama berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan. Implementasi kurikulum sebagai bagian dari pelaksanaan pendidikan yaitu implementasi mata pelajaran. Mata pelajaran yang diberikan di sekolah merujuk pada kurikulum yang berlaku begitu pula hal buku teks yang digunakan. Buku teks yang digunakan harus merujuk pada tujuan dari mata pelajaran itu sendiri dan secara vertikal ke atas harus juga merujuk pada tujuan pendidikan secara nasional.
Menurut pandangan Smith, guru-guru selalu merasa kekurangan waktu untuk menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan target pencapaian kurikulum. Akibatnya, pembelajaran di sekolah menjadi sangat instructional dan ekspositoris karena guru dan peserta didik harus mencapai target kurikulum berupa academic excellence yang diukur dengan pendekatan behavioristik sesuai dengan rumusan tujuan yang operasional. Dengan kurikulum seperti itu, guru-guru lebih banyak bekerja dengan tujuan (objektive).
Mereka mengerahkan semua tenaga agar materi kurikulum dapat ditransmisikan semaksimal mungkin kepada para peserta didik untuk mencapai tujuan academic excellency. Hal yang dilakukan sebagian guru yaitudengan mengarahkan kepada peserta didik untuk mengerjakan LKS yang didalamnya berisi soal-soal tes objektif dan jawaban singkat mengenai fakta yang dianggap sebagai pembelajaran aktif.
Padahal,kegiatan tersebut lebih menggambarkan sebuah proses untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam instrumen yang behaviotistik dan positivistik agar mudah diukur secara objektif tetapi hal ini membebani peserta didik karena adanya keharusan menghapal dan mengingat sejumlah fakta (rote learning) untuk di tes pada akhir kegiatan belajar. Akibatnya, aktifitas peserta didik untuk membangun sikap dan kepribadiannya dalam proses pembelajaran luput dari penilaian guru. Sementara itu buku teks tidak digunakan secara maksimal baik oleh guru maupun peserta didik.
Secara universal materi pendidikan ditandai oleh kecendrungan memanfaatkan fakta sebagai materi. Peristiwa sejarah misalnya,yang dipelajari oleh peserta didik di sekolah penuh dengan berbagai fakta seperti angka tahun, nama pulau sejarah, tempat peristiwa sejarah, dan rangkaian kejadian demi kejadian. Materi yang berupa fakta itu bahkan sering kali menimbulkan kesan salah terhadap sejarah, sejarah dianggap sebagai rangkaian angka tahun, nama dan tempat. Harusnya di dalam materi kurikulum dapat memanfaatkan secara maksimum sesuai dengan jenjang pendidikan dan sekolah tepatnya bisamemanfaatkan buku teks dengan menggunakan teknik-teknik tertentu dan tujuan dari kurikulum pun tercapai dengan baik.