Mohon tunggu...
Cendani MadyaNhingswari
Cendani MadyaNhingswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang tertarik dan peduli dengan tradisi dan budaya Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Banten dan Eksistensinya pada Era Modern

16 Juli 2024   08:21 Diperbarui: 16 Juli 2024   08:22 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan berjuta keberagaman. Mulai dari beragam suku, agama, ras, adat, dan budaya. Salah satu agama tertua di Nusantara adalah Hindu. Berbicara mengenai agama, tentu tidak akan terlepas dari yang namanya adat dan budaya. 

Agama Hindu di Indonesia mengandung corak kebudayaan Nusantara, mengingat karakteristik penyebaran Hindu di Indonesia yang menyesuaikan dengan budaya Nusantara. Daerah di Indonesia yang sangat kental akan budaya dalam kaitannya dengan agama Hindu adalah Bali. Bali dijuluki "Pulau Seribu Pura" atau "Pulau Dewata" bukanlah tanpa alasan.

Bali yang memiliki seribu Pura adalah sebuah fakta, karena kita hampir bisa menemukan Pura di setiap sudut pulau Bali, bahkan di setiap rumah ataupun bangunan seperti pasar dan kantor pasti terdapat tempat pemujaan seperti Merajan (Pura keluarga) contohnya. Selain itu, tempat pemujaan tersebut juga bisa kita lihat di hulu sawah, pantai, gunung, lembah, dataran, kuburan, dan sebagainya.

Julukan "Pulau Dewata" dapat kita rasakan dengan melihat bagaimana masyarakat Hindu di Bali memuliakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa melalui persembahan di berbagai tempat. 

Adapun persembahan ini disebut dengan "Banten". Banten merupakan sarana persembahyangan umat Hindu yang berisikan simbol-simbol sakral dan mengandung makna. Berdasarkan Lontar Tegesing Sarwa Banten, disebutkan pengertian Banten sebagai berikut:

"Banten mapiteges pakahayunan, nga; pakahayunane sane jangkep galang" (Terjemahan: "Banten itu adalah buah pemikiran, artinya; pemikiran yang lengkap dan bersih"

Selanjutnya dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa simbol dari Banten tersebut adalah sebagai berikut:

"Sahananing bebanten pinaka raganta tuwi, pinaka rupaning Ida Bhatara, pinaka anda bhuana" (Terjemahan: "Semua jenis Banten (Upakara) adalah simbol diri kita, lambang kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuwana Agung (alam semesta)"

Adanya banten ini menjadi media bagi umat Hindu dalam memvisualisasikan ajaran-ajaran Hindu sehingga memudahkan proses menyampaikan Sradha dan Bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa dalam membangun hubungan harmonis dengan-Nya atau yang disebut sebagai Parahyangan dalam Tri Hita Karana. Tri Hita Karana yang terdiri dari Parahyangan (hubungan harmonis dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis dengan sesama manusia), dan Palemahan (hubungan harmonis dengan lingkungan) sebagai filosofi kehidupan yang mendalam untuk mencapai kebahagiaan atau kesejahteraan pun turut terimplementasikan dalam Banten yang dibuat oleh Masyarakat Hindu di Bali. 

Banten digunakan pada setiap upacara keagamaan di Bali, mulai dari Dewa Yadnya (upacara yang ditujukan kepada Tuhan seperti hari raya Saraswati, Siwaratri, dan lain sebagainya), Pitra Yadnya (upacara yang ditujukan kepada leluhur seperti Ngaben, Ngeroras, Memukur, dan lain sebagainya), Rsi Yadnya (upacara yang ditujukan kepada guru atau rsi seperti Eka Jati dan Dwi Jati), Manusa Yadnya (upacara yang ditujukan kepada manusia itu sendiri seperti Metatah, Otonan, Garbha Wadana, dan lain sebagainya), dan Bhuta Yadnya (upacara yang ditujukan kepada bhuta kala atau lingkungan seperti Mecaru saat hari raya Nyepi). 

Tidak hanya terkait makna dan kepada siapa ditujukan Banten tersebut, namun filosofi Tri Hita Karana juga tertuang dalam proses pembuatan Banten itu sendiri. Banten yang dibuat oleh umat Hindu di Bali terdiri dari kekayaan alam yang mereka lestarikan. Contohnya seperti penggunaan bambu dan daun kelapa, hingga berisinya buah-buahan yang berasal dari hasil panen mereka. Hal ini sekaligus menjadi wujud syukur dan terima kasih dari umat Hindu di Bali atas kekayaan alam yang melimpah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun