Mohon tunggu...
Winni Soewarno
Winni Soewarno Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa yang sedang belajar menulis

Perempuan yang sedang belajar menulis dan mengungkapkan isi kepala. Kontak : cempakapt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Membopong Si Kulit Singkong

13 Mei 2022   06:54 Diperbarui: 13 Mei 2022   07:04 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kulit singkong yang sudah dirajang | Sumber: Dok pribadi

Aku berdecak kagum saat menyaksikan acara master chef anak-anak yang ditayangkan sebuah televisi Australia. Luar biasa sekali anak-anak ini. Tinggal dua orang yang memperebutkan juara pertama  dan kedua. Yang satu usianya 9 tahun. Yang lain sebelas tahun. 

Jangan ditanya soal kemampuannya mengolah makanan. Tantangan mengolah bahan makanan apapun selalu membuatku terpana pada hasilnya. Olahan mereka memunculkan air liurku. Aku yang ilmu memasakku ala kadarnya, terkagum-kagum melihatnya.

Acara itu mengingatkanku saat masih SMP. Memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia, setiap tanggal 17 Agustus di sekolahku selalu diadakan acara. Semua murid dilibatkan dalam berbagai kegiatan. Acara  pertandingan olah raga digelar. Lomba vocal grup dan menyanyi dimulai. Berjalan di catwalk ala peragawati juga ditunggu-tunggu. Lomba memasakpun tak ketinggalan.

Lomba memasak ini dilakukan juga oleh guru-guru. Seru sekali melihat pak guru mengenakan daster mencoba membuat nasi goreng yang enak. Lebih seru lagi melihat ibu guru mengenakan kebaya lengkap dengan kondenya, membuat bakmi goreng dengan berbagai macam variasi. Seringkali harus menaikkan kainnya agar tak mengganggu gerak.

Setiap tahun bahan masakan yang digunakan untuk lomba berbeda. Lomba memasak inipun berlaku bagi murid. Dua atau tiga orang murid diajukan dari masing-masing kelas untuk mengawal kelasnya. Tahun itu, entah kenapa aku dan dua orang temanku dipilih untuk mewakili kelas kami dalam lomba memasak. Mungkin saja karena aku dan dua temanku ini belum terlibat dalam acara apapun. 

Olahraga aku tak pandai. Menyanyipun tak mungkin menang karena suaraku terbatas hebatnya dilingkup kamar mandi saja. Memperagakan kostum di catwalk juga tak berbakat. Jadilah pada lomba memasak kami di ‘korbankan’.

Bahan makanan terpilih saat itu adalah singkong.  Sebelum hari H perlombaan memasak oleh murid-murid, aku dan tim dibuat pusing kepala. Rasanya semua makanan yang kami rencanakan untuk dimasak, sudah dibuat oleh bapak dan ibu guru.

Batallah aku dan tim membuat utri – sebutan lain untuk ketimus. Penganan dari singkong yang sudah diparut, dicampur dengan gula merah dan kelapa parut kemudian diimbuhi dengan potongan nangka atau potongan kelapa. 

Adonan ini dibungkus dengan daun pisang yang kemudian dikukus. Baunya akan harum karena ada potongan daun pandan sedikit disetiap bungkusnya. Padahal kami sudah berbagi tugas. Siapa akan yang akan melakukan tugas apa sampai siap.

Penganan lain yang terpaksa harus dibatalkan adalah misro – amis dijero – manis didalam, kata orang Sunda. Parutan singkong yang dibumbui, kemudian dibentuk agak bulat dan didalamnya diisi gula merah. Kemudian digoreng untuk mematangkannya. Kami berniat membuatnya sebagian dengan isian keju karena tak semua juri suka makanan manis.

Disingkirkan juga rencana membuat combro alias oncom dijero – oncom didalam. Oncom itu dibuat dari kedelai yang sudah diambil proteinnya dalam pembuatan tahu. Dikenal juga sebagai bungkil tahu yang melalui proses fermentasi sebelum menjadi oncom. Si oncom  akan dihaluskan sedikit,dan dibumbui. 

Setelah tercampur dengan bumbu, oncom akan menjadi isian parutan singkong. Dibentuk lonjong seperti telur tetapi sedikit lebih kecil, sebelum digoreng dalam minyak panas. 

Tingkat kepedasan disesuaikan dengan menyelipkan cabe rawit didalam isian oncomnya. Yang senang pedas tentu akan memakannya tanpa ragu. Bagi yang kurang suka, cabe ini bisa dikeluarkan sebelum memakannya habis. Hampir menangis aku memikirkan apa yang akan kami sajikan untuk lomba.

Dirumah, aku mencurahkan kegalauan hatiku pada ibuku. Dalam kehidupanku, ibuku adalah orang sangat pandai memasak dirumahku. Dia seperti masterchef bagi kami anak-anaknya. Rasanya cocok kalau menjulukinya sebagai our family masterchef. Tidak pernah belajar memasak secara formal. Namun tangannya mampu mengolah bahan makanan yang sederhana menjadi luarbiasa bagi lidah kami sekeluarga. 

Ibuku hanya tertawa kecil. Nanti ibu bantu, hanya itu yang dikatakannya. Sorenya, dia mengajariku membuat masakan sederhana. Saat aku mencicipi hasilnya, aku berketetapan menggunakannya saat lomba nanti.

Beruntung saat lomba itu, bumbu-bumbu boleh dipersiapkan dari rumah. Ibuku membantu menyiapkan bumbu-bumbu yang diperlukan dalam wadah kecil. Ini memudahkan supaya kami tidak perlu menakar-nakar lagi. Menyiapkan bumbu jadinya akan dilakukan saat lomba.

Saat lomba tiba, debaran jantungku bertambah kuat. Meski bukan sekelas masterchef anak-anak itu, rasa berdebarnya sama saja. Kami bertiga berbagi tugas agar cepat.

Bapak ibu juri yang berkeliling agak heran dengan yang kami lakukan. Kami tidak menggunakan singkongnya tapi menggunakan kulit singkong sebagai bahan masakan kami. 

Olahan yang diajarkan ibuku kemarin sore menemani sajian  teman makan malam kami sekeluarga. Saat makan, tidak ada yang menyangka kalau itu adalah kulit singkong yang dicampurkan dalam masakan tumisan yang dimasak ibu. Tidak menduga bukan kalau ibuku bisa memanfaatkan kulit singkong menjadi lauk makan yang enak?.

Sebetulnya, ibuku sudah memanfaatkan kulit singkong ini dalam beberapa masakannya sebelumnya. Aku hanya tidak sadar kalau itu bukan mie yang biasanya.  Kata ibu, kami memang mengira itu sejenis mie. Bentuknya yang pipih panjang seperti mie.

Tentu saja bukan kulit luar singkong yang berwarna coklat tanah yang bisa diolah. Kulit yang tebal putih diantara singkong dan kulit luarnya, itulah yang digunakannya. 

Kulit putih keras itu direbus lebih dahulu sebelum diolah. Bentuknya lembaran-lembaran kecil yang agak lunak. Lembaran kulit singkong ini kemudian diiris halus sehingga bentuknya menyerupai mie. Setelah itu, bahan ini bisa dicampurkan kedalam sayur lodeh atau tumisan. 

Ini menambah stok makanan dilemari es ibu karena bisa bertahan lama bila dimasukkan kedalam plastik yang rapat atau wadah kedap udara. Jadi, singkong dan kulitnya bisa dimanfaatkan dengan baik.

Lembaran kulit singkong yang sudah direbus | Sumber: Dok pribadi
Lembaran kulit singkong yang sudah direbus | Sumber: Dok pribadi

Kulit singkong yang sudah dirajang | Sumber: Dok pribadi
Kulit singkong yang sudah dirajang | Sumber: Dok pribadi

Menu tumisan kulit singkong ditambah kecambah atau taoge besar itulah yang kami sajikan didepan juri. Tumisan ini kemudian ditambah dengan potongan tahu kuning dan udang kering yang dipotong kecil-kecil. Menu itu kami sajikan dengan nasi putih yang masih panas.

Kami pulang membawa kemenangan hari itu. Juri  memberikan nilai lebih bagi kreatifitas kami. Tepatnya kreatifitas ibuku. Yang pasti, kami menang bukan karena sajian yang kami buat itu enak sekali.  

Aku baru mengerti setelah ibu menceritakan bahwa kemampuan dan kepandaiannya memasaknya itu timbul akibat dari ‘dipaksa’ oleh keadaan.  Dulu, eyangku memasak kulit singkong ini karena keadaan yang sulit saat perang. Bahan makanan sulit didapat. Sehingga harus pandai memanfaatkan bahan yang ada. The power of kepepet, kata anak sekarang. Meskipun sudah tidak berperang seperti eyangku dulu, sesekali ibu membuat lauk dengan bahan ini. 

Selain enak, waktu itu penghasilan ayahku tidak memungkinkan bisa menikmati makanan yang mewah-mewah. Ibuku harus sangat berhemat dari uang yang diberikan ayah. Ada pengeluaran yang besar untuk membiayai sekolah empat orang anaknya. Hebatnya, kami selalu cukup makan enak dan bergizi setiap hari.

Sayangnya aku tak mewarisi kepandaian memasak dan kreatifitas ibuku. Bila ada sedikit saja, mungkin aku berani melawan masterchef kecil itu memasak. Sah saja bukan bermimpi setinggi bulan?.

Selamat memasak.

Salam

Winni Soewarno

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun