B.J. Habibie, dikenal sebagai "Bapak Teknologi Indonesia," meninggalkan warisan besar bagi perkembangan riset dan teknologi di tanah air. Kepiawaiannya dalam ilmu dirgantara, visi inovasi, dan dedikasi terhadap kemajuan bangsa tetap menjadi inspirasi hingga kini. Namun, sejauh mana nilai-nilai yang diusung Habibie terintegrasi dengan tantangan riset dan teknologi di era modern?
Habibie bukan sekadar insinyur jenius; ia adalah simbol keberanian bangsa Indonesia untuk berkompetisi di ranah global. Di bawah kepemimpinannya, proyek pesawat N-250 menjadi tonggak sejarah kemampuan bangsa dalam teknologi dirgantara.Â
Keberhasilan ini bukan hanya soal produk teknologi, tetapi juga strategi investasi pada riset jangka panjang. Habibie menekankan pentingnya penguasaan ilmu dasar, keterampilan teknologi, dan kemampuan inovasi---tiga pilar yang terus relevan hingga saat ini.
Saat ini, perkembangan riset dan teknologi telah memasuki era transformasi digital. Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), bioteknologi, hingga teknologi energi terbarukan menjadi sorotan utama di dunia. Dalam konteks ini, Indonesia menghadapi tantangan besar: bagaimana menerjemahkan semangat inovasi Habibie ke dalam upaya membangun ekosistem riset yang kokoh?
Salah satu tantangan utama adalah memperkuat sinergi antara lembaga riset, industri, dan pemerintah. B.J. Habibie kerap menekankan pentingnya kolaborasi ini untuk memastikan hasil riset dapat diimplementasikan secara nyata dan memberi dampak ekonomi. Namun, pada kenyataannya, Indonesia masih berjuang mengatasi berbagai hambatan, seperti keterbatasan dana penelitian, kurangnya tenaga ahli, dan birokrasi yang lamban.
Namun, keberlanjutan riset memerlukan dukungan seluruh elemen bangsa, termasuk generasi muda. Dalam era di mana teknologi berkembang pesat, generasi penerus diharapkan tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga pencipta inovasi. Di sinilah pendidikan berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) memainkan peran penting untuk menumbuhkan budaya riset sejak dini.
Di sisi lain, penguasaan teknologi maju juga membutuhkan keberanian dalam mengambil risiko. Hal ini sejalan dengan filosofi Habibie, yang percaya bahwa kegagalan adalah bagian dari proses inovasi. Untuk itu, pemerintah dan swasta harus berani berinvestasi pada proyek-proyek riset yang berpotensi menciptakan dampak besar, meski risiko kegagalannya tinggi.
Pentingnya riset inovasi bagi bangsa Indonesia tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi juga kedaulatan. Dalam dunia yang semakin kompetitif, negara yang mampu menciptakan teknologi sendiri akan memiliki posisi tawar yang lebih kuat. Hal ini terlihat dari perlombaan global dalam pengembangan teknologi seperti baterai kendaraan listrik, yang dapat menentukan peta kekuatan energi masa depan.
Sebagai contoh, Indonesia memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumber daya alamnya untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai lithium. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia dapat membangun rantai pasok global yang berbasis pada riset dan teknologi lokal.Â
Namun, keberhasilan ini memerlukan strategi yang matang, mulai dari pengembangan teknologi pemurnian hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.