Aku juga tak tahu kenapa aku menulis ini, Kirana. Sudah hampir xxxx tahun sejak kita memutuskan untuk tak saling percaya, mungkin hanya sebagian tapi aku masih mengingat hal-hal di antara kita. Tentu saja aku tak bisa mengingat semuanya, terlalu banyak yang pernah terjadi-dimulai dari saat pertama kali kita bertemu sampai terakhir kali kita berpisah.
Apakah kau tahu, Kirana? Saat itu aku tak kalah tersiksanya sepertimu, aku juga sama bingungnya dengan apa yang telah aku lakukan. Memang berat meninggakan keterbiasaan yang telah kita tumbuh suburkan begitu lama dalam waktu secepat itu. Tapi itulah keputusan kita, atau kau boleh menyangkalnya dan menganggap itu seutuhnya keputusanku. Aku tak akan menyalahkanmu.
Maka aku meminta ma’afmu !!
Aku meminta ma’afmu, untuk semua yang tak seharusnya kulakukan padamu, untuk janji-janji yang tak sempat aku penuhi juga yang terlanjur aku ingkari. Aku memninta ma’afmu, karena sudah terlalu sering aku berprasangka buruk yang tak hanya mengganggumu tapi juga menyiksa dan berbalik memakanku.
Aku memninta ma’afmu, untuk semua hal yang membuat hatimu tak lagi damai seperti sebelum kita bertemu.
Aku tak akan memaksamu, tapi percayalah, kita pantas bersyukur atasapa yang pernah kita akhiri. Mungkin kau tak pernah menyadarinya, mungkin aku juga tak pernah memperdulikannya, ada yang tak bisa kita hindari, apa-apa yang pernah terjadi telah membuat kita belajar/berubah atau paling tidak seharusnya membuat kita belajar/berubah.
Sama seprtimu, akupun pernah sempat menyesalinya !!
Dulu aku sering berkhayal ada sebuah mesin waktu yang dapat membawaku kembali padamu, dan memperbaiki semua kekacauan yang telah terjadi diantara kita. Atau atau sebuah mesin pemutar waktu yang dapat membawaku kembali ke saat di mana aku bisa memilih untuk tak pernah bertemu denganmu. Tentu saja tak akan pernah ada mesin pemutar waktu semacam itu, hanya ada jam dinding yang menempel di tembok kamarku dan terus berdetak maju, membawaku kembali ke satu-persatu peristiwa yang aku sesali.
Seharusnya, barangkali aku memang harus berterimakasih padamu, pada pertemuan yang tak pernah kita inginkan !! Pertemuan yang mengajarkan kita banyak hal.
Cerita yang terlajur terjadi di antara kita berdua akan menjadi salah satu bekal dari banyak bekal yang akan mendampingi perjalanan hidup kita, bekal yang sampai saat ini mamapu membawa kita sampai di tempat sekarang kita duduk. Tak apa jika waktu tak mempercayakan bagiannya untuk mimpi kita berdua, paling tidak ia masih bersedia memberikan tempat untuk mimpi kita masing-masing. Kau sampai di mimpimu, aku sampai di mimpiku. Bukankah seharusnya memang seperti itu?
Akhirnya, aku akan tetap mencintaimu, dengan wadah dan cara yang berbeda. Aku akan tetap mengingatmu dengan rasa yang mungkin tak lagi sama.
Kirana, sekali lagi ijinkan aku berterimakasih padamu, bersedia menerimaku sekaligus bertahan selama itu. Terimakasih, karena telah memberi warna perjalanan hidupku. Suatu saat ketika semua mimpi kita terpenuhi, barangkali kita akan tersenyum, mungkin dengan sedikit menggumam “Bagaimana kabarmu?”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H