[caption caption="es doger/dok. sendiri"][/caption]
Hari Minggu yang lalu cuaca benar-benar gerah. Keringetan ruarrr biasa. Apalagi sambil momotoran alias naik motor di udara terbuka sana. Makin lengkaplah itu rasa gerah. Keringat makin membanjir siaga satu.
Nyari-nyari makanan di warung sekitar, tidak sengaja mata menatap sebuah gerobak cokelat. Makin lama diperhatikan makin bercahaya itu gerobak. Dan tulisannya pun makin jelas, “Es Doger Kurnia”. Wiiih, ini dia, panas terik begini kalau disiram pake es doger pasti mantap banget.
Dinginnya es doger berwarna putih seputih salju. Dengan kelapanya yang masih terasa. Hmmm, apa es doger memang terbuat dari kelapa ya? Dengan campuran potongan roti lembut selembut kapas. Ketan hitam sehitam rambut indah berkilau kayak yang di iklan-iklan. Dan satu lagi, tapenya. Wiiih, rada tengik, uekkk… biarlah, tapenya ga usah dimakan.
Suapan pertama. Brrrr… segarrrr… surga dunia… (lebay mode on). Tapi memang, panas-panas begini paling cocok minum es doger. Dingin dan nikmat. Jajanan tradisional yang satu ini tidak lekang dimakan jaman. Habisnya kalau saya yang makan, hahaha… Malah sekarang salah satu produsen es krim terkemuka di dunia juga bikin rasa es doger. Ngapain ya? Mending beli es doger yang aslinya. Murah meriah. Cukup empat ribu perak segelas. Segar tahan lama. Yah, kira-kira 30 menit lah, hehe… lumayan daripada tidak segar sama sekali.
Begitulah cerita saya makan es doger nikmat penghilang dahaga. Dijual oleh mamang gerobak dipinggir jalan raya. Dengan segala campurannya plus debu jalanan. Sehat atau tidak, tidak peduli. Yang penting segar, meskipun sesaat. Hidup es doger… dan sekarang saya sakit batuk (uhuk uhuk).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H