Mohon tunggu...
Kang Galuh
Kang Galuh Mohon Tunggu... -

Senang mengamati. Mengulik-ngulik hikmah di balik peristiwa. Suka menyambungkan apa-apa yang ngga nyambung. http://kanggaluh.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepenggal Cerita Perbaikan Jalan

27 Agustus 2017   10:37 Diperbarui: 27 Agustus 2017   10:48 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: suaraperak.com

Salah satu pemikiran aneh lagi dari saya. Ceritanya waktu itu saya berangkat kerja. Seperti biasa, saya lewat jalan yang sama setiap hari. Karena kantor saya memang disitu-situ saja. Tidak berpindah-pindah. Jadi saya tetap lewat jalan yang itu-itu saja untuk bisa kesana. Nah, masalahnya muncul pada saat jalan yang biasa saya lewati ini diperbaiki. Dia di cor. Menutupi lubang-lubang yang memang sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Rusak sana sini. Karena jalur ini adalah jalur utama yang sibuk tiap pagi dan sore, pengecoran pun dilakukan secara bertahap. Satu lajur per satu lajur. Pada saat satu lajur sedang dicor, lajur itu akan ditutup. Sehingga kapasitas dua lajur pun berkurang setengahnya.

Pada hari itu, hari saya berangkat kerja itu, sisi yang sedang dicor adalah sisi sebelah kiri. Ditutuplah lajur itu. Terjadi penyempitan jalan dan kemacetan tak bisa dihindari. Saya tetap bertahan di lajur kanan yang dibuka dengan harapan akan lebih cepat karena tidak perlu memotong dari lajur kiri ke lajur kanan pada bagian jalan yang ditutup. 

Saya cukup tetap di lajur saya, lurus melewati lajur tanpa penutupan. Semenit dua menit, saya mulai merasa aneh. Ternyata lajur kiri yang ada penutupan jalan di depannya berjalan lebih cepat! Lebih cepat dari lajur yang tidak ada penutupan jalan. Aneh, pikir saya. Apa mereka menerobos palang ya? Karena saya pikir lajur kanan lebih mudah, tinggal lurus, tidak perlu capek-capek memotong lajur orang untuk terus melaju. Dan biasanya juga, kalau sudah begitu, orang yang akan dipotong lajurnya akan sangat mepet sekali dengan kendaraan di depannya. Tidak mau dipotong. Kalau perlu sampai nempel. Tapi ini terjadi! Lajur kiri yang ada penutupan jalan bisa lebih cepat dari lajur kanan yang tidak ada penutupan jalan. Dan bedanya sangat kentara.

Mulai muncul pertanyaan-pertanyaan ga penting di otak saya. Kok bisa ya? Aneh. Seharusnya tidak begitu. Tidak mungkin terjadi. Ada keajaiban apa ini? Logikanya kan.. bla.. bla.. bla.. Melewati beberapa menit perenungan yang tidak penting dan tidak mendalam, mempertanyakan hal-hal yang tidak perlu ditanyakan, saya sampai pada satu kesimpulan. Aha!

Kesimpulan saya (bangga bisa menyimpulkan), orang-orang yang mengambil lajur kanan yang tidak ada penutupan jalan adalah orang-orang yang suka bermain aman. Termasuk saya pastinya, hehehe.. Mereka orang-orang yang tidak mau repot-repot memotong lajur orang nantinya karena mereka tahu di depan sana ada penutupan jalan. Mereka bermain save. Tidak mau ambil resiko. Tidak berani berkompetisi memperebutkan satu lajur tersisa dengan saling pepet saling potong untuk merebut satu-satunya lajur tersisa. Bersaing secara ketat dan keras.

Sebaliknya, orang-orang yang mengambil lajur kiri, adalah mereka yang tahu ada rintangan di depan mereka, tetapi tidak peduli. Tidak ambil pusing. Toh tinggal potong jalur orang. Begitu pikirnya. Mereka tidak takut akan apa yang menunggu mereka. Take it easy. Gitu bahasa Inggrisnya. Tidak perlu kuatir berlebihan. Karena katanya sih, semua hal di dunia ini kecil. Sepele. Setahun dua tahun juga lupa. Katanya. Tahu benar tahu ngga. Tapi kalau cuma masalah penutupan lajur dan pepet-pepetan sih kayaknya emang iya, hehehe..

Poin yang bisa saya ambil dari pengalaman ini, disambung-sambungkan dengan perkataan-perkataan bijak berbau motivasi, kalau mau sukses ya gitu. Ada 2 poin. Biar bisa lebih cepat dan melewati yang lain. Orang-orang pemain aman. Yang nyaman dengan kondisinya saat ini. Dengan dalih nerimo tapi jadi gangapa-ngapain. Poin pertama, berani. Berani menghadapi rintangan di depan. Yang ga keliatan aja kita ga boleh takut. Apalagi yang udah keliatan. Cemen. Hajar. Maju terus. Kesuksesan hanya untuk orang-orang yang berani (ini katanya juga). Bukan untuk orang penakut yang damai di zona nyamannya.

Poin yang berikutnya, alias yang ke-2. Number two. Ada mau. Kemauan. Berani tapi ga mau, sama aja. Ga kemana-mana. Berani motong lajur orang tapi ga mau, tetap tidak akan maju lebih dulu. Mau tapi ga berani, malah lebih parah. Cuma mau aja. Tapi nyali tidak ada. Yang ada stress sendiri. Kemauan lebih besar dari nyali. Hadeuh.. Jadi, harus ada dua-duanya. Berani dan mau. Berani ambil kiri (baca: lajur yang ditutup) dan mau untuk usaha dikituntuk motong jalur kanan yang diisi orang-orang play save. Kalau dua poin ini sudah ada. Walah! Kesuksesan tetap ditangan Tuhan, hehehe.. Ga ada jaminan juga. Tapi paling ngga, kita dinilai atas usaha kita, bukan atas apa yang kita sudah dapatkan.

 Belajar dari pemikiran dalam dan menyeluruh diatas, saya mulai hari itu mengambil jalur kiri. Hasilnya? Sampai lebih cepat dari biasanya. Biarpun tetap terlambat sampai di kantor, hehehe..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun