Namanya Cimot, si kucing manis berbulu putih dan hitam. Ia baru saja tiba dari rumahnya di area Jakarta Utara. Sore itu Ana, kawan kosku membawa si Cimot menginap di kamarnya.
"Meong, meong, meong.." lho kok meong terus. Ana sedang memandikannya. Sontak seluruh penghuni kos kaget, kok ada kucing di kostel?
Tapi saya tak terkejut sebab Ana sudah cerita bahwa ia akan membawa si Cimot dari rumahnya.
Ana sangat mencintai si cimot. Ia senang Merawatnya sendiri. Waktu pup, pipis dan tidurnya diperhatikan. Alhasil si Cimot manja banget, bahkan keliwat manja hingga tubuhnya tambun.
"Aku sudah izin kok sama Ibu kos," katanya, saat seluruh penghuni kos putri keluar kamar. Kebetulan hari Minggu itu seluruh penghuni ada di rumah. Hujan lebat mengguyur Jakarta sejak 2 hari lalu, membuat penghuni kos memilih leyeh-leyeh di kamar masing-masing.
Ternyata tak semua penghuni suka pada Cimot. Walau lucu dan bersih, tetap saja Ninda, penghuni kamar yang di ujung, merasa terganggu.
"Ini kan tempat kos, kenapa sih bawa-bawa kucing segala?" omelnya padaku. Saya terdiam, tidak membela Ana, pun tidak bereaksi atas komentar Ninda.
Saya memang harus menetap di kostel sebab renovasi rumah yang memakan waktu beberapa bulan. Selain dekat kantor sekaligus menenangkan diri agar tidak terganggu bising perombakan rumah.
"Kata Ana, dia sudah izin Ibu Kos," sahutku. Bagiku, kehadiran Cimot tak terlalu mengganggu penghuni. Toh dia jarang mengeong kecuali saat dimandikan Ana.
Keesokan harinya Ibu kos datang dari Bogor. Pemilik memang tidak serumah dengan kami. Seperti biasa, Bu Lena hanya memeriksa kondisi rumah dan para penghuni yang semuanya karyawati itu.
Kedatangannya khusus memeriksa kompor gas yang nyaris membakar dapur Sabtu lalu. Mungkin karena usia kompor sudah uzur dari merek yang gak jelas alias abal-abal.