Saya bungah, lulus direkrut sebagai sekertaris direktur penjualan. Job desk saya ialah mengatur seluruh keperluan direktur dan 3 manajer penjualan. Suasana kerja berubah drastis, biasanya kerja sendirian, kini di kelilingi banyak orang.
Setiap hari sibuk, maklum hotel terbilang anyar walau telah beroperasi 2 tahun masih menjadi pusat perhatian publik.
Saya ditarik ke sana ke mari untuk membuat kontrak-kontrak, membuat internal memo termasuk menyiapkan kopi panas untuk Pak Doni.
Kopi hangat
Suatu hari usai meeting Pak Doni memanggilku, minta dibuatkan kopi. Langsung saya memenuhi pesanan.
Tak berapa lama kopi siap disajikan. Kuketuk pintu lalu kuletakkan gelas kopi di meja seperti biasa.
Tetiba "prang...!" Tak ada angin, tak ada hujan, ia melempar gelas. Jantung berdegup. Saya diam saja. Pak Doni kikuk melihat saya kaget. Tak berapa lama, ia meminta maaf. Setelahnya sisa hari-hariku tidak bergairah lagi.
Beberapa tahun setelah kejadian itu, saya baru sadar, bahwa kopi harus diseduh air panas. Pak Doni marah karena kopi diseduh air hangat. Luapan kemarahan usai pertemuan dengan Mr. Brian ditumpahkan padaku, sekaligus karena kopi yang suam-suam kuku.
Setelah dia menyingkir, saya bersihkan tumpahan kopi yang mengenai tembok serta meja kerjanya. Duh, ada-ada saja perilaku bos.
Salah tulis harga
Waktu pun berlalu. Kakak sales manager menyuruhku membuatkan satu kontrak, karena mendesak dan penting, maka ia hanya mendikte via telpon. Ku tulislah apa yang dipesankan. Di situ tertera pula harga yang akan diberikan.
Usai dicetak, saya langsung menemuinya di lobi. Karena terburu-buru ia memasukkan dalam tas kerjanya.