Ayah Tini seorang pengacara. Tersebab impian sang ayah selalu mendorong putri sulungnya itu menjadi praktisi hukum seperti dirinya.
Kadang pertengkaran sepele dengan istri gegara Tini yang acuh tak acuh akan keinginan ayah.
"Kenapa aku dipaksa menjadi pengacara?" Ia tak punya nyali melawan. Pokoknya ayah ingin Tini bergelar SH, sarjana hukum.
Tini seorang pendiam, irit bicara dan pemalu. Sang ayah ingin agar Tini meneruskan tahta ayah, sebagai pengacara kondang.
Hari itu, tibalah pengumuman SNMPTN, seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri. Tini lulus ujian! Namun amang tetap bersikeras, Tini harus masuk fakultas hukum, padahal ia gemar matematika.
Angin bertiup ke situ condongnya. Usai wisuda, ia melamar bekerja di satu hotel ternama. Kawannya semasa SMA bekerja di situ. Ia tertarik dunia marketing. Setelah proses wawancara, Tini diterima bekerja sebagai sales executive.
Apakah meraih gelar sarjana suatu keharusan?
Kecakapan penting dimiliki bagi mahasiswa lulusan baru di kancah dunia kerja. Beberapa profesi menuntut gelar sebagai kriteria. Namun banyak juga perusahaan, tidak ambil pusing urusan gelar.
Berbeda dengan Tini, Ridwan sejak menjadi tumpuan keluarga, berniat membantu keluarga, ingin segera ke perguruan tinggi lalu bekerja.
Ia menunggu pengumuman SNMPTN. Berharap cemas. Ia gagal! Ridwan kecewa, tertunduk. Lemas seluruh tubuh.
Ia ingin seperti si Jack yang kuliah di kota, keren. Pulang kampung sudah bergelar, bisa membantu keuangan emak dan abah.