Setelah pandemi memorakporandakan seluruh usaha termasuk bisnis hotel di penjuru dunia, walau belum usai, strategi pergerakan bisnis ini dapat diteropong jauh kedepan.
Industri hotel ikut bebenah memantapkan diri, perlahan melepas dari kondisi terpuruk. Terdesak memangkas pos pengeluaran, mengetatkan anggaran, termasuk mengurangi bea operator hotel atau management hospitality.
Hotel seolah mati suri di tengah wabah melanda. Tak luput operator hotel seakan meronta.
Masa transisi ini, (jika tak mau disebut masa genting), membuat para pebisnis hotel ragu terhadap kelangsungan usaha yang baru dirintis. Benarkah demikian?
Kontraktor baru saja merampungkan seluruh fasilitas di gedung hotel milik Pak Endro. Hotel berlokasi di pinggir kota, dilengkapi 160 kamar serta 4 ruang pertemuan berkapasitas 50 hingga 100 orang.
Hotel bertipe bisnis itu telah dirancang berbintang 3 bernama Hotel Aurora.
Dana membangun gedung didapat dari penjualan tanah warisan orangtua. Demikian ia tak ingin memiliki timbunan pinjaman di bank, ujarnya saat itu.
Dengan berjalan apa adanya, dengan modal seadanya, ia ingin memberikan investasi bagi seorang istri dan kedua anak.
Ide terjun ke bisnis hotel, awalnya karena hobi melancong ke seluruh wilayah di Indonesia. Tidak melulu mengunjungi hotel mewah, blusukan ke pinggiran kota pun dilakukan. Impiannya, menggali bisnis hotel.
Gayung bersambut, warisan orang tua diberdayakan, daripada menjadi hamparan ilalang , pikirnya.
Dengan pengetahuan sederhana yang dikuasai, munculah ide cemerlang berbisnis hotel.
Karena ilmu perhotelan yang terbatas, Pak Endro memanggil seorang kawan. Dari hubungan pertemanan yang baik, akhirnya Ratna, rela membantu.