Berbicara tentang hotel, bergantung terhadap klasifikasi hotel masing-masing. Pemasaran hotel bintang 4 dan 5 tentu berbeda dengan kelas di bawahnya. Seorang pemerhati bisnis hotel sejatinya cermat menganalisa dari sudut pandang mana ia melihat.
Seorang hotelier menjelaskan, hotel okupansi YTD mencapai 60% di tahun 2020. Benarkah? Saya sempat terkecoh. Hotel sekelas Marriott kah?. Dalam keadaan normal bisa saja sebesar itu bahkan lebih dari itu. Ternyata data kedapatan dari hotel budget.
Pergerakan industri hotel ditunjang kuat airlines. Okupansi hotel di seluruh Indonesia dipengaruhi perjalanan orang melalui jasa penerbangan. Ketika publik menyerbu bandara, disanalah kesibukan yang mendatangkan keuntungan.
Kini bepergian memerlukan administrasi tambahan. Pelancong harus mengeluarkan biaya ekstra untuk rapid test dan PCR test. Apabila kedapatan hasil reaktif, membuat rencana bubar.
Meskipun industri hotel terpuruk saat pandemi, jumlah hotel di Jakarta bertambah 6.47%. Penambahan 20 hotel dari jumlah 309. Diprediksi 329 hotel siap berkompetisi tahun ini. Beberapa hotel menunda pembukaannya tahun lalu.
Begitu pula penambahan kamar sebesar 8.19% menjadi 58.635 kamar. Hal ini membuat persaingan hotel semakin ketat, karena itu hotel yang kreatif, yang menerapkan gaya hidup higienis lebih menyerap para tamu.
Negara tetangga
Di Australia, sektor perhotelan tumbuh 40% pada kuarta IV 2020. Kenaikan ini mulai terjadi di kota Hobart, ibukota negara bagian Tasmania, disusul Melbourne, Sydney dan Brisbane karena dibukanya kembali sejumlah perbatasan di kota tersebut. Diperkirakan kenaikan 70% pada pertengahan tahun 2021
Negara tetangga Singapore membuka jalur khusus untuk turis bisnis. Selama berada di Singapore para turis harus melakukan test rapid berbasis antigen di hari ke 3, 5, 7 dan ke 11 setelah kedatangan mereka.
Jalur baru ini memang akan menghambat pergerakan turis bisnis di Singapore. Memuluskannya dengan cara mengijinkan semua turis bisnis dari seluruh negara untuk datang selama tidak lebih dari 14 hari.