Kesempatan baik itu jarang datang. Jika kita melalukannya akan menyesal kemudian hari. Kita harus pandai melihat dan mencium kesempatan. Entah itu kesempatan baik ataupun tak menguntungkan.
Sambil mengucap syukur kutandatangani juga kontrak itu. Bersiap mengurus tiket pesawat secepatnya.
Sikap hormat terhadap atasan di kantor memang suatu keharusan. Karyawan menghargai atasannya. Sang atasan menghargai bawahannya, begitu timbal balik agar tercipta suasana kerja yang harmonis.
Suatu hari di ruang pertemuan, tetiba Manager-ku menerima telpon dari seseorang. Tampaknya dari penelpon yang kurang ramah. Ia menggebrak telpon di meja sambil menutup telpon "Don't shout to me okay! Menggelegar.
Kembali lah Ia menghampiri meja pertemuan. Menumpahkan kekesalannya dengan melempar pulpen ke meja. Untung saja pulpen mahal itu tak mengenai wajahku, Persoalannya bukan takut akan lemparan sebuah pena tetapi lebih dari itu, kami berempati pada luka hatinya.
Rasa iba dan sedih datang bersamaan. Seketika hening. Seluruh department head di ruangan itu hanya menduga-duga siapa gerangan si penelpon itu.
Sore hari kami melakukan pertemuan kembali. Pasti ada sesuatu yang penting, pikirku. Awalnya sang manager mengajarkan pentingnya bersikap hormat dan menghargai setiap orang. Akhirnya kami tahu bahwa si penelpon adalah putra dari pemilik hotel.
Putra kesayangan satu-satunya, tentu saja ditimang-timang. Ahli waris tahta yang hartanya berlimpah lebih dari puluhan perusahaan besar termasuk hotel, Ia berusia 24 tahun, seorang lulusan sekolah perhotelan di Eropa.
Tak heran setelah menyelesaikan studinya, ia diberikan otoritas agar mampu mengurus seluruh perusahaan ayahanda. Ia sebagai ahli waris satu-satunya.
Namun demikian sang ayah belum memberikan otoritas sepenuhnya. Lelaki paruh baya yang disegani ini mengelola seluruh perusahaan sekaligus menurunkan pengetahuan berbisnis kepada putra tunggal tercinta.