Mohon tunggu...
Lis Sugiantoro
Lis Sugiantoro Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

...seperti rakyat biasa pada umumnya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasinem, Pegawai Pertamini yang juga Terpengaruh Harga ICP

1 April 2012   04:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:11 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tiap pagi, Pak kasinem yang di dampingi istri setia nya darmin lincah melayani pelanggan bermotor yang malas mampir ke SPBU. Lapaknya terletak di ujung pertigaan deket sawah dan perkebunan, tapi ramai dilewati pekerja dari dan ke kawasan industry, Pak kasinem pastinya sudah melakukan feasibility study dulu sebelum menancapkan bambu penyangga plang “pertamini” jual bensin 100% murni. Buka sepagi mungkin dan tutup jam 4 sore, 100 botol bisa di habiskan dalam waktu sehari. Meskipun harganya Rp 500 lebih mahal dari harga normal dan isi botol juga tidak sampai 1 liter , selalu saja ada motor dan sesekali roda empat yang mampir, termasuk saya yang bisa di bilang sering mampir. Keramahan kepada pembeli tidak kalah dengan pegawai SPBU bertopi merah, dengan alasan itu orang yang mampir ke lapaknya tidak hanya untuk beli premium, tapi untuk berteduh dan sekedar ngobrol seadanya dengan pak kasinem.

Pak kasinem dan istri dilihat dari sisa garis mukanya adalah sosok orang biasa saja, rakyat kelas bawah yang sedang berjuang memutar otak untuk sekedar bertahan hidup, Disaat mahasiswa asyik bermain batu dan api dengan aparat, kwik kian gie & anggito abimanyu mekar jidat ngitung selisih pendapatan& belanja Negara, para politisi yang tiba2 menjadi pro rakyat di depan media tapi di belakang mendukung dinaikkan nya BBM, Para dewan dengan pimpinan nya bang Juki bermain akrobat tengah malam s.d dini hari, Pak kasinem tetap saja menjalani rutinitas, membersihkan botol sisa, mengisi dan melayani pembeli yang kehabisan bensin dadakan, Pak kasinem yang tidak punya TV dan radio itu tetap saja beranggapan untung Rp 500 itu di kalikan jumlah botol adalah tambahan modal untuk belanja premium keesokan hari dan sisanya untuk beli beras dan bayar kontrakan.

Saat ini pak kasinem mungkin masih membandrol untung premium nya Rp 500 per botol, tetapi ketika ICP Mei 2012 nanti menembus angka 120US$/barel / 115% dari harga 105 US$/barel maka pak kasinem harus menghitung ulang modal untuk belanja, jumlah keuntungan yang akan di ambil, apakah untung itu akan impas dengan kenaikan harga beras, cabe & bawang. Pilihan nya tetap menjalankan pertamini dengan menambah keuntungan menjadi Rp 1000 dari Rp 500 per botol, atau mengurangi jumlah literan di botol dengan keuntungan lebih di tekan. Tetapi pilihan itu sama saja memberatkan, karena pelanggan jelas akan berkurang, jika mau nakal yaitu dengan menimbun premium saat ini, itupun pilihannya akan berhadapan dengan pentungan polisi jika ketahuan.

Pak kasinem tentu saja tidak tahu menahu urusan penambahan ayat (6a) pada pasal 7 ayat (6) UU no 22/2011 tentang APBN 2012, entah apakah para dewan2 yang hebat disana benar2 memperjuangkan rakyat atau berkonspirasi untuk kepentingan golongan dan perutnya saja, yang di pikirkan pak kasinem hanya cicilan kontrakan besok bisa terbayar atau tidak. Pak Kasinem juga pernah dengar slentingan mengenai kompensasi Balsem (Bantuan Langsung Tunai Sementara), tapi menurutnya itu bualan, BLT beberapa tahun yang lalu juga tidak dapat karena prosedur yang berbelit.

Pak kasinem, adalah salah satu dari 30 jutaan orang miskin di negeri ini yang terkena hantaman dari naiknya BBM. Hantaman terakhir yang mematikan seperti kartu domino yang terakhir berdiri, jatuh gedebug. Jatuh terlantar di negara lain wajar, tetapi jatuh di tanah sendiri yang katanya kaya minyak, kaya hasil bumi, itu yang di luar nalar, entah ada perjanjian macam apa yang di buat mbah Suharto dengan dedemit asing dulu,

memang baiknya rakyat kecil tidak perlu tahu konspirasi itu, tahu pun akan pusing, cukuplah pusing dengan harga tahu dan tempe saja.

“ dan sejarah akan menulis disana, diantara benua Asia dan benua Australia, antara lautan Teduh dan lautan Indonesia, adalah hidup suatu bangsa yang mula mula mencoba untuk hidup kembali sebagai bangsa. Akhirnya kembali menjadi satu kuli diantara bangsa bangsa – kembali menjadi een natie van koelies, en een kolie onder de naties. “
( Soekarno – Tahun Vivere Pericoloso – 1964 )



Setelah ini, tidak tahu lagi, apakah plang bambu"pertamini" nya pak kasinem tetap berdiri tegak tahun ini?, kita tunggu saja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun