Dan lihatlah puntungpuntung rokok yang kusisakan pagi ini, apa tak cukup menggantikan bahasa kemalangan diri? Bergelut di antara kertaskertas blahshit murahan, yang dicoret dan dikembalikan tanpa ampun di setiap pertemuan. Berkubangan dalam tinta sialan.
Ha, puas bisa memenjarakan aku dalam kesalahan?
Akan kubalas dengan ratusan kertas dan tinta, tapi maaf, kali itu bukan seperti alurmu melainkan seperti jalan ceritaku.
Akan kukirimkan paketan senjata yang kau tumpulkan selama ini. Akan kubuktikan aku nyata. Kubuktikan otakku tak hanya berbicara rumusrumus kimia, tapi juga bahasa dunia yang merangkul semesta. Tidak hanya rumusrumus fisika apalagi biologi yang –sungguh– sama sekali tak kusuka.
Akan kukirimkan novelnovel cinta. Biar terbuka matamu. Biar mengerti hatimu. Bahwa aku pun tersiksa setelah hampir tiga belas bulan kita berkejaran laiknya si pencuri ayam.
Atau, mau kubuatkan film, –lengkap dengan adegan tangisan menyayat tanpa meterai penutupnya? Biar tahu kau betapa kecewanya aku ketika semangat yang kau berikan selama ini ternyata palsu.
Atau jendela tiaptiap rumah ingin kutempeli dengan gambargambar kepala, –lengkap dengan tali tergantung yang melingkari lehernya. Biar tahu kau betapa tak ada lagi niat mengecap manis, setelah pahit yang kau suapi kepadaku di meja penghakiman setahun yang lalu.
Dan, lihatlah sekali lagi puntungpuntung rokok di hadapanku pagi ini. Merekalah saksi bisu dari tiap rasa sakit yang terakumulasi menjadi satu. Dari rindu yang bereinkarnasi menjadi benci satusatu.
Tak cukupkah itu menghantarkan nilaiku untukku?
Jika tidak,
Sekalian saja kau bunuh aku kalau begitu.
Celahati, 19012012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H