Kota Bandung di akhir tahun 2023 kembali mengalami masa darutat persampahan akibat terbakarnya TPA Sarimukti. Sistem kumpul-angkut-buang yang masih mendominasi pola pengelolaan sampah menjadikan kota bandung sebagai pembuang sampah terbesar di TPA Sarimukti sebesar 70% atau 1.289 ton/hari. Kondisi ini diperparah dengan TPA Sarimukti yang sudah mengalami overload 786% dari design awal dibangun (DLH Jawa Barat, 2023).
Program pengolahan sampah di sumber sangat diperlukan guna mengurangi sampah yang dikirim ke TPA Sarimukti. Komposisi sampah kota Bandung terdiri dari 58% sampah organik (DLH Jawa Barat, 2022). Kota Bandung telah mengeluarkan kebijakan pengolahan sampah organik di sumber dengan paket pengadaan Hanggar Magot 100m2 dengan prediksi dapat mengolah 1 ton/hari sampah SOD (Sampah Sisa Dapur). Namun demikian program ini mengalami kendala krusial berupa pengumpulan sampah yang kebanyakan masih tercampur antara anorganik dan organilk. Hal ini menjadikan stock SOD untuk pakan magot tidak pasti suplainya. Kesenjangan ini lah yang menjadikan pendekatan teknologi dan pengadaan fasilitas saja tidak lah cukup. Perlu juga dibangun sistem persampahan yang holistik mulai dari pengumpulan hingga pengolahan. Padahal Pengolahan sampah organik di sumber sudah ditekankan dalam Instruksi Gubernur Jawa Barat nomor 02/PBLS.04/DLH yang mengatur bahwa TPA Sarimukti hanya menampung 50 persen residu dan tidak boleh membuang sampah organik ke TPA.
Pengolahan sampah organik di sumber salah satunya telah di inisiasi warga Jamaras, Kelurahan Jatihandap, Kota Bandung. Meskipun terletak di kawasan padat penduduk tidak mengurangi semangat warga dalam memilah sampah organik.Â
Sampah organik disimpan dalam ember khusus yang telah disediakan pengurus RW. Selanjutnya setiap hari rabu dan sabtu, ember tersebut akan dikumpulkan dan diolah di kantor RW. Namun demikian fasilitas dan sarana yang dimiliki belum layak untuk dapat menghasilkan pendapatan untuk pengelolanya. Meskipun demikian, warga jamaras telah membangun bata terawang, ember komposting, magotisasi, dan urban farming dengan alat dan material alakadarnya.
Tim LPPM ITB yang diketuai oleh Dr.Ir. Mochamad Chaerul melakukan pengabdian dan penelitan pengolahan sampah di kawasan ini. Adapun hasil studi besaran timbulan sampah perkapita yang dihasilkan adalah 0,3 kg/orang/perhari yang mana relatif lebih kecil dibangding timbulan sampah warga perkotaan yang dapat mencapai 0,5-0,6 kg/oran/hari. Hal ini bisa jadi merupakan penurunan produksi sampah akibat giat dan edukasi dari penyuluh lingkungan dan ibu-ibu Jamaras.
Hasil komposisi menunjukkan 39% sampah terdiri dari sampah organik dan 55% sampah residu. Sampah organik di detailkan lagi menjadi 19% sampah sisa makanan.
Peningkatan kapasitas dan keandalan pengolahan sampah organik dilakukan melalui serangkaian kegiatan seperti desain ulang fasilitas dan renovasi serta penambahan unit pengolahan sampah .Demgan adanya peningkatan fasilitas pengolahan sampah maka diharapkan sistem sirkuler ekonomi dapat berjalan lebih maksimal dan menjalankan semua lini pemrosesan sampah.Â
Pemimpin redaksi : Adha Nur Kholif Pratama S.Si., M.T.