Foto bersama ABK Indonesia (dok. Cech)
” Dapat berbicara dengan Cech ? Saya John Lee dari Zhong Fei Shipping … ” ujar seorang pria dengan suara lembut.
” Ya, saya sendiri. Dari mana bapak mendapatkan nomor saya ? ” tanya saya.
” Saya mendapatkan nomor dari salah satu ABK asal Indonesia. Sayasudah menghubungi nomor konsuler KBRI Suva tetapi tidak dapat dihubungi. Kemudian saya telpon kantor KBRI, diperoleh kabar bahwa pejabat konsuler sedang cuti ke Indonesia ” jelas pria tersebut.
” Ya benar pejabat konsuler sedang cuti merayakan Hari Natal di Indonesia. OK, ada apa ya Pak John Lee ? Mungkin saya bisa bantu. “
” Begini, semalam ada kejadian serius. Beberapa ABK Indonesia diserang oleh sekumpulan ABK Vietnam. 2 orang ABK Indonesia saat ini dirawat di Colonial War Memorial Hospital (CWM Hospital). Satu orang terkena sabetan pisau di pipinya. yang satu lagi terkenal sabetan di kepala dan pipi. Hanya ada 1 orang ABK yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya. Berdasarkan keterangan 4 orang ABK yang selamat, 1 ABK tersebut terjun ke laut untuk menyelamatkan diri tetapi sampai sekarang belum diketemukan oleh pihak kepolisian. Maka itu saya ingin bertemu Cech di rumah sakit sekarang”
” Ok, kalau begitu saya segera menemui Pak John ” Segeralah saya berangkat ke rumah sakit dengan menggunakan taksi walaupun saat itu hari libur Boxing Day merayakan Natal di Fiji dan waktu menunjukkan jam 8 malam pula. Perlu diketahui tidaklah mudah mendapatkan taksi sekitaran tempat tinggal saya di daerah Caubati.
Sesampainya di rumah sakit saya segera menuju ruang rawat inap di lantai dua. Sebelum masuk ruangan sudah terlihat dua orang Fiji yaitu polisi dan John Lee. Setelah melihat dan mendapatkan informasi dari dokter dan John Lee tentang kondisi kedua orang ABK, polisi ingin bicara dengan saya secara khusus. Dari keterangan polisi diperoleh informasi bahwa telah terjadi salah target penyerangan. Sebenarnya yang diincar oleh beberapa orang ABK Vietnam adalah ABK Filipina. Karena perawakan orang filipina mirip dengan orang Indonesia, beberapa ABK Vietnam menyerang secara membabi buta. Ada 6 orang ABK di kapal pada saat itu. 2 orang ABK sedang berada di dapur, 1 orang ABK di ruang mesin dan 3 orang ABK berada di geladak sedang makan malam. Semuanya mengalami penyerangan oleh beberapa ABK Vietnam yang membawa golok dan batang besi. Kecuali yang di geladak, semuanya selamat dan tidak mengalami luka sama sekali karena berhasil mengunci pintu. Sedangkan yang di geladak, 2 orang mengalami luka dan 1 orang ABK menceburkan diri ke laut (belum diketemukan orangnya dan polisi masih mencari dengan menyelam ke laut). Saya meminta polisi untuk terus mencari 1 orang ABK yang belum diketemukan. Karena sudah malam akhirnya saya mohon diri untuk pulang ke rumah.
Keesokan harinya jam 06.30 secara bergantian John Lee dan polisi menelpon saya bahwa polisi berhasil menemukan 1 orang ABK Indonesia yang telah meninggal dunia. Jasadnya ditemukan persis di bawah kapal. Polisi meminta saya untuk datang ke King Wharf sebagai saksi bersama 1 orang ABK Indonesia lainnya yang ternyata sepupu ABK yang meninggal. Segera saya pergi ke King Wharf dan tidak lupa mengabarkan pihak Kedutaan Republik Indonesia di Suva tentang kejadian ini.
Sesampainya di King Wharf, dari jauh saya melihat satu kantung mayat yang masih tergeletak dekat kapal. Seorang komandan polisi mendekati dan menerangkan proses pencarian jasad ABK tersebut. Bersama dengan 1 orang ABK (sepupu korban), polisi membuka kantung dan menanyakan kepada sepupu korban apakah benar mayat korban adalah sepupunya. Sepupu korban menyatakan benar karena melihat tanda lahir pada tubuh korban. Tugas saya hanya sebagai saksi dan penterjemah untuk sepupu korban yang kurang fasih berbahasa Inggris. Dugaan sementara polisi, korban meninggal karena terlalu banyak meminum air laut dan diduga pula korban tidak mempunyai kemampuan berenang. Sepupu korban membenarkan bahwa korban tidak mempunyai kemampuan berenang. Aneh dalam hati saya, ABK kok tidak bisa berenang. Ada sesuatu yang salah dalam perekrutannya dari agen tenaga kerja di Indonesia karena salah satu syarat utama untuk menjadi ABK dan dikirim ke luar negeri maka ABK harus dibekali Basic Safety Training (BST) dimana salah satu pelatihannya adalah berenang. Ternyata dugaan saya benar adanya, setelah saya tanya sepupu korban diketahui bahwa mereka tidak melakukan BST tetapi membayar sejumlah uang untuk mendapatkan sertifikat BST. Saya prihatin mendengarnya. John Lee juga merasakan hal yang sama setelah saya menjelaskan kepadanya.
Selanjutnya saya melaporkan kejadian tersebut kepada pejabat KBRI Suva. Kemudian KBRI Suva meminta Kemlu RI di Jakarta untuk memberitahukan keluarga korban dan menanyakan apakah jasad korban dimakamkan di Fiji atau dikirimkan ke Indonesia? Untuk dikirimkan di Indonesia maka menjadi tanggung jawab Agen Tenaga Kerja di Indonesia dimana korban melakukan perjanjian kontrak kerja karena berkaitan dengan biaya dan asuransi. Selain itu Kemlu RI akan berkoordinasasi dan memantau bersama dengan Agen Tenaga Kerja untuk proses pemulangan dan pemakaman. Kemlu RI juga akan memastikan apakah asuransi jiwa korban sudah dibayarkan atau belum kepada keluarga korban oleh Agen Tenaga Kerja.