Hari ini, 5/7/2014, di dinding ruang kerja saya masih terpampang tabloid Obor Rakyat. Tabloid tersebut beberapa pekan ke belakang diberikan oleh seorang Kyai kondang di daerah saya yang merasa tidak berkenan dikirimi "paket gelap" tersebut. Beliau memberikannya kepada saya untuk ditukar dengan bukti informasi aktual dan faktual yang sesungguhnya mengenai kedua capres dan cawapres.
Sejak Jokowi dicalonkan untuk menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta, sosok ini telah membuat saya mencari dan menggali hampir semua informasi mengenai pribadi, keluarga, karir, dan apapun itu yang berkaitan dengannya. Karena bagi saya, dan seharusnya juga bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, Jokowi merupakan sosok idaman dan idola di tengah-tengah situasi bangsa Indonesia yang bagaikan "belantara" korupsi dan ketidak-adilan.
Karena itulah, ketika pertama kali saya membaca dan mencerna semua isi tabloid Obor Rakyat, spontan muncul penilaian saya bahwa tabloid ini bukan merupakan media jurnalistik, tapi sebagai media penyebar fitnah dan fitnah. Bagi saya pribadi, sebutan kampanye hitam kurang tepat, yang tepat adalah fitnah dan perbuatan dzolim.
Salah satu hal fatal yang difitnahkan Obor Rakyat adalah "Jokowi Anak Tionghoa" (Obor Rakyat, hal. 4, kol. 1-4). "Setelah Jokowi digadang-gadang menjadi presiden, kabar ke-Cina-an Jokowi semakin jelas. Ayah Jokowi adalah Oey Hong Liong, pengusaha Solo yang ganti nama menjadi Nitimiharjo," tulis Obor Rakyat. Disebutkan pula bahwa Jokowi adalah putra dari gundik pengusaha Cina tersebut. Dari uraian fitnah tersebut, secara tidak langsung juga memfitnah Jokowi sebagai non muslim.
Folder data tentang Jokowi dalam otak saya refleks ke luar satu-persatu.Pengusaha Cina yang mereka maksudkan ternyata adalah Oey Hong Leong alias Oey Hong Liong. Oei Hong Leong atau Peter Oei adalah seorang pengusaha Singapura kelahiran Indonesia. Pada tahun 2013, ia dinobatkan oleh majalah Forbes sebagai orang terkaya ke-32 di Singapura, dengan jumlah kekayaan sebesar $745 juta pada Agustus 2013. Oey Hong Liong adalah putra dari Eka Tjipta Widjaja, pengusaha dan pendiri Sinar Mas Group (baca: Oey Hong Leong). Tahun ini usia pengusaha tersebut 66 tahun, sedangkan Jokowi saat ini berusia 53 tahun. Jadi, usia keduanya hanya terpaut 13 tahun! Berarti pengusaha tersebut telah memiliki anak bernama Jokowi pada usia 13 tahun! Sungguh tidak logis dan mengada-ada.
Artikel ini tidak akan mengupas tuntas Obor Rakyat yang semuanya saya nilai sebagai fitnah murahan. Saya hanya ingin menekankan bahwa serangan-serangan fitnah terhadap Jokowi ini merupakan refresentasi ketakutan kubu lawan yang tidak menginginkan Jokowi memenangkan pertarungan di Pilpres 2014.
Tidak dapat dipungkiri, track record dan prestasi Jokowi dalam mengatur pemerintahan, baik selama 2 periode memimpin Solo dan relatif belum lama memimpin DKI Jakarta, serta karakter kepemimpinan yang ditunjukkannya, tidak hanya mampu merebut hati dan simpati rakyat Indonesia, tapi juga membuat simpati media dan tokoh internasional.
Bagi saya, Jokowi seakan menyatu dalam hati nurani dan menumbuhkan setitik harapan memiliki seorang pemimpin panutan yang dapat membawa Indonesia menjadi negara yang kuat, sejahtera, adil, dan makmur.
Maka, betapa trenyuhnya hati ini ketika Jokowi yang jelas-jelas beragama Islam dan bernama lengkap Ir. H. Joko Widodo (dibaca: Insinyur Haji Joko Widodo) dan dilahirkan dari pasangan (almarhum) Notomihardjo dan Hj. Sujiatmi Notomiharjo, difitnah seperti itu dan semakin gencarnya serangan fitnah-fitnah lainnya mendekati hari pemilihan ini.
Jokowi, si anak desa yang lahir di Mojokerto, Jawa Tengah pada 21 Juni 1961, perjalanan hidupnya adalah inspirasi bagi saya. Semasa kecilnya, dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Dengan mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai pekerjaan menggergaji di umur 12 tahun.
Kisah-kisah perjalanan hidup Jokowi yang faktual sebenarnya banyak bertebaran di media massa cetak, elektronik, dan medsos, mulai dari Jokowi kecil hingga sukses dan populer seperti sekarang ini. Popularitas Jokowi bukanlah popularitas semu yang dibangun dengan membayar para kuli tinta, tapi merupakan popularitas yang otomatis terbentuk dari bukti nyata prestasi kerja dan tipe kepemimpinannya yang jujur dan merakyat.