Gus Dur pernah berkata, “NU itu Syiah, minus imamah. Maka, berikut adalah kisah Ja’far Shadiq (w.148 H), seorang Imam Syiah ke-6 yang pandangan keagamaannya mirip sekali dengan Gus Dur.
Syahdan, Imam Ja’far punya seorang sahabat yang sangat dekat. Mereka sering berjalan bersama dan tampak sangat akrab. Melihat itu, teman-temannya bangga dan lebih suka memanggil dia dengan “sahabatnya Imam” ketimbang namanya sendiri.
Suatu hari, seperti biasa mereka berjalan bersama memasuki pasar. Tak seorang pun menyangka bahwa begitu keluar dari pasar, persahabatan mereka putus untuk selamanya.
Sebagaimana biasa ia menemani Imam. Ketika mereka memasuki pasar, seorang pelayan berkulit hitam mengikuti mereka dari belakang. Di tengah pasar, tiba-tiba ia berbalik namun tidak melihat pelayannya. Setelah beberapa langkah ia kembali berbalik dan tetap tak mendapatinya. Untuk ketiga kalinya ia memutar badan dan tak juga melihat pelayannya itu, yang sebenarnya ia sedang sibuk melihat-lihat sekitar dan agak tertinggal di belakang.Yang keempat kalinya ia berpaling dan akhirnya menangkap sosok pelayan itu. Maka dengan geram ia memaki pelayan itu, “Dasar kamu anak…ke mana saja kamu?!
Begitu kata-kata makian itu keluar dari mulutnya, Imam Ja’far terkejut dan menepuk dahi beliau seraya berkata: “Maha Suci Allah, mengapa kau menghina ibunya? Mengapa kau cerca ibunya dengan kasar? Tadinya kupikir kau ini seorang yang saleh dan takut kepada Allah, sekarang nyatalah bahwa kau ini tak punya kesalehan maupun kebaikan.
Orang itu menjawab, “Orang ini berasal dari Sind, demikan juga ibunya. Engkau tentunya tahu orang Sind bukanlah Muslim. Jika ibunya muslim tentu aku tidak akan berlaku kasar.”
“Biarkan saja jika mereka bukan Muslim,” sahut Imam, “tiap ras dan agama punya hukum dan aturan dan berkaitan dengan perkawinan. Jika mereka mengikuti hukum dan aturan yang mereka anut, perkawinan mereka bukanlah zina, anak mereka pun bukan anak haram.Mulai sekarang, menjauhlah dariku!”
Sejak itu, tak seorang pun pernah melihat mereka berjalan bersama sampai ajal menjemput dan memisahkan mereka untuk selamanya.
Dus, Gus Dur dan Imam Syiah ini sama-sama sangat anti sikap rasis. Keduanya sangat peka dan tak bisa mentoleransi sedikit pun rasisme. Wajarlah bila Gus Dur pernah mengatakan, “Tidak penting apa pun agama atau sukumu…kalau kamu dapat melakukan sesuatu yang baik buat semua orang, orang tak pernah tanya apa agamamu…”
Akhirnya, seperti yang diyakini Gus Dur, biarpun tiap orang bisa beda ras dan keyakinan, perbedaan ini tidak boleh sekali kali memupus persaudaraan agama dan kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H