Mohon tunggu...
Cecep Maskanulhakim
Cecep Maskanulhakim Mohon Tunggu... -

Nama Sunda, Betawi Asli. Sudah jadi suratan mungkin. Maka tidak heran jika baru ketemu, orang langsung ngomong Sunda sama saya. Padahal hari-hari saya suka "nyablak" alias menggunakan bahasa Betawi kasar. Tinggal di Bekasi, pendidikan gado-gado; pernah umum, pernah nyantren. Berharap bisa bermanfaat bagi umat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Pontianak, The Real Battle Is On The Way

24 Mei 2010   09:38 Diperbarui: 8 Maret 2016   19:02 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Kau orang tak de nama lain ke? Apasal awak punya kota sama dengan nama hantu?”

(Kalian tidak punya nama lain kah? Mengapa nama kota sama dengan nama hantu?)

Begitu kira-kira pertanyaan sohib saya, yang orang Malaysia, waktu saya cerita di email bahwa saya mau tugas ke Pontianak. Memang menurut sohibul hikayat, kota itu didirikan di tempat yang dulunya banyak hantu gentayangan, yang disebut pontianak, alias kuntilanak. Jika dilihat dari sejarahnya sih, memang terdengar seram. Tapi begitu datang ke kotanya, orang akan jadi bertanya-tanya, apa nya yang seram?

Ada cerita yang berkembang di Pontianak, kalau orang dari luar daerah pernah minum air sungai Kapuas, baik langsung maupun tidak, dia akan datang lagi. Kayaknya saya termasuk yang kena kutukan itu. Bulan Maret yang lalu saya ditunjuk mendadak untuk ikut ngisi Training of Trainers Perbankan Syariah untuk teman-teman dosen di Universitas Tanjungpura, Pontianak. Entah kenapa ada rasa malas menulis catatan perjalanan kali ini. Mungkin karena ini kedatangan saya yang ketiga, dan Pontianak masih belum banyak berubah. Pertama kali saya datang pada tahun 1995 (ya ampun, itu 15 tahun yang lalu ya?). Waktu ada Pekan Olah Raga Nasional dan orang nomor satu di Republik ini, Soeharto, pingin berkunjung kesini. Yang kedua tahun 2000, waktu ada sosialisasi bank syariah bersama MUI Kalbar.

Yang aneh dengan kota-kota di Kalimantan seperti Pontianak ini adalah kalau mau mengunjungi ibukota propinsi lain. Mau ke Palangkaraya atau Banjarmasin, misalnya. Maka Jakarta merupakan kota transit yang terdekat. (Lho, koq?) Jalan darat yang mau ditempuh memberikan risiko lebih tinggi ketimbang naik pesawat, karena masih berhutan dan rusak. Lebih aneh lagi, jalan ke Kuching, ibukota Sarawak, Malaysia Timur lebih mudah daripada ke kota-kota itu. Perjalanan ke sana hanya memerlukan waktu 18 jam. Nah kalau mau belanja, daripada ke Jakarta, orang sini mending ke Singapore, yang jarak tempuhnya lebih dekat ketimbang ke ibukota negara.

Ada lagi yang unik. Universitas di Pontianak itu namanya Tanjungpura. Tapi nama yang sama, Tanjungpura, juga dipakai oleh Komando Daerah Militer (Kodam) VI yang bermarkas di Banjarmasin. Ketika ada teman yang diberitahu untuk ngisi materi training perbankan syariah , dia balik bertanya: “Kita mau ngisi TOT di markas tentara, tapi koq di Pontianak?” Rupanya yang dia tahu nama Tanjungpura itu cuma nama Kodam di Banjarmasin.

Pontianak adalah daerah dengan banyak rawa dan payau. Maklum kotanya dekat pantai. Sayangnya curah hujan disini tidak begitu tinggi. Sehingga masyarakat sering menggunakan air yang ditampung dari air hujan untuk berbagai keperluan, seperti memasak, minum dan mandi. Di mushalla fakultas ekonomi Universitas Tanjungpura saya lihat terdapat banyak bak air untuk menampung air hujan yang bisa digunakan untuk berwudhu.

Situs sejarah

Terus mau jalan-jalan kemana di Pontianak? Salah satu tujuan yang direkomendir teman-teman adalah ke tugu Khatulistiwa, kurang lebih 3 km dari kota. Tugu ini melambangkan bahwa Pontianak merupakan salah satu kota yang berada tepat 0 derajat lintang Khatulistiwa alias garis lintas matahari di bumi. Konon apabila matahari berada pada titik kulminasi (yaitu 21-23 Maret dan 21-23 September tiap tahun) di tengah hari, maka siapa yang berdiri disana ia seperti tidak punya bayangan. Titik ini ditemukan oleh orang Belanda walaupun kemudian direvisi oleh Badan Pengkaijan dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Yang suka pada situs sejarah, ada kraton peninggalan jaman baheula. Namanya Keraton Alkadri. Kraton ini adalah peninggalan Kesultanan Kadiriah yang sempat bertahan selama hampir 180 tahun (1771 s/d 1959). Didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, tokohnya yang terkenal dalam sejarah Indonesia adalah Sultan Hamid Alghadri II yang dianggap oleh Presiden Soekarno sebagai wakil dari Indonesia Tengah dan Timur. Pengagum Alghadri mengklaim bahwa adalah Sultan mereka itu yang menciptakan lambang negara, burung garuda (lihat http://istanakadriah.blogspot.com/ )

Sekarang ini, jalan ke arah kraton sedikit padat. Kiri kanannya dipenuhi rumah penduduk. Sopir yang mengantar kita kesana bercerita tentang hal yang lebih seram: banyak narkoba dan miras disini. Padahal daerah ini dikenal kuat Islamnya dan keturunan Arabpun banyak tinggal disini. Di depan kraton ada masjid raya yang dulu biasa digunakan Sultan untuk shalat jumat bersama rakyatnya. Konon masjid itu didirikan tahun abad 19 (sekitar 1800 an an)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun