Mengajar adalah salah satu tugas utama seorang guru. Sebagaimana disebutkan di dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Dalam pengertian awam, mengajar adalah sebuah proses penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik sehingga terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan lain sebagainya. Menurut Nasution (1986) mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Sementara itu, Biggs (1991) membagi konsep mengajar dalam tiga macam pengertian, yaitu pengertian kuantitatif (menyangkut jumlah pengetahuan yang diajarkan), pengertian institusional (menyangkut kelembagaan atau sekolah), dan pengertian kualitatif (menyangkut mutu hasil yang ideal).
Oleh karena itu, mengajar bukanlah proses yang sederhana. Mengajar tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Mengajar memerlukan keahlian-keahian khusus supaya bisa memberikan pengaruh dan perubahan terhadap peserta didik. Mengajar baru bisa dikatakan mengajar apabila terjadi proses belajar. Beberapa ciri belajar adalah adanya perubahan sikap dan tingkah laku, pengetahuan, serta keterampilan dari peserta didik. Tentu saja, perubahan-perubahan itu tidak terjadi secara instan dan dalam waktu sesaat.
Agar proses belajar ini dapat berjalan dengan baik, maka seorang guru memerlukan seni dalam menyampaikan kegiatan mengajarnya, sehingga pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Dengan demikian, menurut pandangan penulis, mengajar itu merupakan sebuah seni (teaching is an art).
Seni pertama yang harus dimiliki seorang guru adalah seni mengelola kata (art of speaking/coomunication). Melalui kata-kata yang baik, seorang guru harus dapat memotivasi, mangapersepsi (menyampaikan tujuan pembelajaran), menyampaikan materi pelajaran, menjalankan proses pembelajaran, dan merefleksi proses pembelajaran dengan baik.
Seni yang kedua adalah seni mengelola lingkungan kelas(classroom management). Kondisi fisik atau lingkungan kelas merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karenanya, guru harus mampu menata ruang kelasnya dengan baik. Tempat duduk peserta didik -misalnya- harus ditata sedemikian rupa sehingga mereka tidak merasa bosan atau jenuh. Lakukanlah perubahan posisi tempat duduk secara berkala dan/atau sesuai dengan kebutuhan pembelajaran –misalnya- dengan cara pengelompokkan atau membuat bentuk-bentuk lain. Selain itu, lakukanlah rolling dan switching (perpindahan/pertukaran) tempat dan/atau teman duduk. Perpindahan tempat duduk bertujuan agar badan dan pandangan peserta didik tidak hanya mengarah ke satu arah. Sedangkan pertukaran teman duduk bertujuan untuk menumbuhkan dan melatih sikap sosial mereka. Tidak kalah penting dari itu semua adalah pencahayaan ruang kelas. Ruang kelas harus mendapatkan cahaya yang cukup, tidak terlalu terang, pun juga tidak terlalu redup.
Yang ketiga adalah seni mengelola perbedaan(diversity management). Kebanyakan kelas di Indonesia berisi peserta didik yang memiliki beberapa perbedaan, baik perbedaan gaya belajar, kecerdasan, karakter, latar belakang (keluarga, ekonomi, sosial, budaya), dan lain sebagainya. Dalam hal ini guru harus mampu menempatkan dirinya berada di tengah-tengah perbedaan tersebut. Paling tidak guru harus mempunyai data-data pendukung, sehingga guru dapat menangani para peserta didik sesuai dengan perbedaan-perbedaan tersebut.
Yang keempat adalah seni mengelola konflik (conflict management). Â Dalam menjalankan perannya, terkadang guru menghadapi berbagai macam konflik atau masalah di dalam kelas. Beberapa masalah yang sering dihadapai di dalam kelas adalah masalah perhatian atau fokus peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, peserta didik yang senang bercanda ketika belajar, peserta didik yang bertengkar (terutama di kelas rendah), dan lain sebagainya. Oleh karena itu, guru harus memiliki seni dan kemampuan mengelola masalah-masalah ini.
Masih banyak seni-seni lain yang bisa ditambahkan agar kita bisa menjadi guru yang berhasil dalam melakukan peran dan fungsi sebagai seorang guru. Semoga kita menjadi guru yang bertanggungjawab terhadap profesi keguruan kita.
Penulis:Â
Cecep Gaos, S.Pd