Ku menatap kosong hamparan sawah yang kian lama kian  tergusur. Dalam getir, perlahan buliran padinya mulai menyingkir. Tubuh-tubuh mungilnya satu persatu mulai tersungkur dalam lumpur.
Kejamnya deru pembangunan telah mengusirmu. Aspal-aspal hitam telah membelenggumu. Beton-beton keras telah memasungmu. Hingga kau tak mampu lagi mempertahankan hijaumu. Paku-paku alam tajam  menghunjam menusuk tubuhmu.
Pada siapa hendak ku mengadu? Pada siapa hendak ku merayu. Semua pasang mata seakan tak mampu lagi melihat. Setiap mulut seolah tak lagi mampu menyeru. Hanya diam, membisu bagai batu.
Ku hanya bisa titipkan sebuah pesan di balik batikmu. Batik pengingat asal jati dirimu. Batik Pare Sagedeng, yang namanya kian mentereng.
#CG @Karawang, 15-11-201
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H