Mohon tunggu...
Christophe D. Thomson
Christophe D. Thomson Mohon Tunggu... -

Instagram: cdt888. Pandas & tea. \r\nChristophe Dorigné-Thomson. \r\n\r\nFrench and British. \r\n\r\nwww.cdt888.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sebuah Visi Baru untuk Kebijakan Luar Negeri Indonesia

17 April 2014   23:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:32 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya telah membaca banyak makalah dan artikel untuk beberapa waktu sekarang tentang kebijakan luar negeri Indonesia dan cara Indonesia memproyeksikan dirinya di dunia. Lebih baik, saya telah mengalami hal itu secara langsung ketika saya tinggal di Paris atau di ibukota lain lewat misalnya acara resmi yang diselenggarakan di sana oleh Indonesia untuk tujuan soft power dan selama bertahun-tahun sekarang saya sudah tinggal di Indonesia. Saya juga mengikuti semua yang dikatakan tentang Indonesia secara global. Saya harus mengakui itu sangat mengganggu dan mengecewakan sebagian besar waktu karena tidak sering sesuai dengan kenyataan. Banyak kebohongan tentang Indonesia!

Banyak ahli Indonesia dan dari Luar Negeri terutama dari Australia percaya bahwa Indonesia tidak akan menjadi kekuatan besar dalam waktu dekat, mungkin hanya di masa depan yang jauh. Mungkin saja di visi mereka. Ini berarti Indonesia tidak akan dapat proyeksikan diri sendiri di seluruh dunia dengan cara yang setara dengan kekuatan besar seperti misalnya Inggris, Perancis, Amerika Serikat atau Korea dan Jepang. Beberapa bersikeras bahwa Indonesia tidak memiliki kredibilitas karena masih punya masalah internal utama seperti korupsi, hak asasi manusia, infrastruktur atau penegakan hukum. Yang lain mengatakan Indonesia terlalu kecil dalam hal militer sehingga bahkan jika ekonomi tumbuh pengaruhnya tidak bisa menjadi besar. Jadi Indonesia dalam pikiran mereka akan tetap menjadi pemimpin regional. Dan bahkan itu tidak pasti bagi para ahli karena negara-negara ASEAN lainnya cenderung khawatir tentang kenaikan Indonesia dan bersekutu dengan kekuatan yang lebih besar seperti Filipina ke AS atau Kamboja ke Cina. Pada akhirnya, mereka hanya mengatakan Indonesia merupakan kekuatan menengah tanpa benar-benar mendefinisikan secara jelas apa artinya “kekuatan menengah” yang mengungkapkan batas-batas pemikiran mereka.

Meskipun nyata perhatian tentang Indonesia semakin global terutama dari investor ( tetapi tidak hanya dari investor ), saya tidak bisa menyangkal bahwa Indonesia tidak begitu berpengaruh sebagaimana mestinya . Sebenarnya salah satu alasan mengapa saya mencintai Indonesia langsung saat pertama kali saya mengunjungi karena kontras yang saya lihat antara apa yang dikatakan tentang Indonesia di seluruh dunia dan realitas dalam negeri. Sangat beda. Saya melihat tantangan besar di sana. Indonesia tidak semua tentang terorisme, letusan gunung berapi, gempa bumi dan kemiskinan. Indonesia adalah tentang budaya, pemuda-pemudi, inovasi, kreativitas, masyarakat sipil, demokrasi dan banyak hal positif lainnya.

Saya tidak percaya Indonesia tidak bisa menjadi kekuatan besar dari waktu ke waktu. Saya percaya Indonesia bisa dan jauh lebih cepat daripada dikatakan. Saya pikir Indonesia bisa memproyeksikan dirinya di seluruh dunia dan membuat suaranya didengar dan penting. Lebih dari itu, Indonesia bisa menjadi pengaruh yang sangat besar di seluruh dunia. Saya selalu mengatakan "jika Korea bisa, Indonesia bisa! ". Mengapa ? Karena Korea tidak memiliki apa-apa dibandingkan dengan aset di Indonesia dari semua jenis. Apa Indonesia membutuhkan adalah strategi. Bukan hanya beberapa ahli berpikir dalam sirkuit tertutup. Tidak hanya mengundang masyarakat sipil untuk menjadi bagian dari proses berpikir tapi melibatkan dan benar-benar memberikan kepemimpinan kepada masyarakat sipil terutama kaum muda. Saya akan datang kembali ke topik itu nanti.

Pertama mari kita lihat secara singkat pada konsep kebijakan luar negeri Indonesia selama bertahun-tahun. Begitu banyak konsep! Biasanya seorang ahli akan mengatakan karakteristik kebijakan luar negeri Indonesia adalah “bebas aktif”. Memang itulah yang mungkin terlihat seperti terutama pada awal dengan proyeksi luar negeri dari Sukarno yang internasionalis, anti-kolonial , anti-imperialis dan konfrontatif (Konfrontasi). Sukarno menempatkan konstitusi Indonesia dalam praktek. Indonesia mendorong munculnya perdamaian dan nilai-nilai humanis di dunia. Gerakan Non-Blok yang mengikuti Bandung Konferensi Asia-Afrika (saya tinggal di Bandung!) dan koalisi antara negeri berkembang dengan kekuatan baru merupakan bagian dari visi tersebut. Saya pribadi penggemar berat Sukarno. Saya akan selalu ingat emosi seorang teman Aljazair ketika saya mengatakan padanya saya akan ke Bandung untuk pertama kalinya. Front Pembebasan Aljazair (FLN) diundang ke Bandung pada tahun 1955 meskipun mereka masih berjuang untuk kemerdekaan Aljazair yang hanya terjadi pada tahun 1962. Dia mengatakan kepada saya bagaimana dihormati Sukarno di Aljazair karena dukungannya bagi Aljazair untuk mendapatkan kebebasan. Biasanya akan dikatakan bahwa Sukarno merusak negara karena kebijakan luar negeri yang lebay, kekurangan fokus dan tidak memberikan keuntungan ekonomi. Saya percaya Sukarno memberikan prestise untuk Indonesia yang tidak memiliki nilai. Sukarno punya kelas yang tidak bisa dibeli sama sekali.

Kemudian Soeharto dianggap telah membawa pertumbuhan ekonomi dan stabilitas melalui kebijakan luar negeri jauh lebih sederhana yang pada dasarnya terbatas pada wilayah tersebut dan jelas anti-komunis (masih bebas aktif?). Konsep lain akan digunakan: "lingkaran konsentris". Jadi fokus pada masa Orde Baru adalah pertama di ASEAN yang diciptakan pada tahun 1967 dalam rangka untuk mengamankan lingkungan sekitarnya dan memberikan keamanan dan stabilitas untuk memungkinkan pertumbuhan ekonomi di kawasan. "Sentralitas" ASEAN masih di jantung politik luar negeri Indonesia. Kemudian kekuatan-kekuatan utama Asia seperti Jepang, terus Asia pada umumnya diikuti oleh Pasifik. Akhirnya Indonesia hanya akan berurusan dengan kekuatan lain tergantung pada isu-isu tetapi tidak akan memiliki kebijakan yang komprehensif seperti tampaknya yang menjadi hari ini dengan berbagai kemitraan komprehensif (Comprehensive Partnership) antara Indonesia dan negeri-negeri besar (yang dampaknya tidak terlalu jelas juga). Saya percaya Indonesia kehilangan semangat selama periode itu terutama karena itu adalah kediktatoran. Maksud saya bagaimana bisa seorang otokrat menarik pula untuk massa global? Bukan kelas yang sama dengan founding father Sukarno pasti.

Setelah jatuhnya Suharto Indonesia lebih terfokus pada isu-isu internal untuk membangun demokrasi baru dan juga memulihkan ekonomi setelah krisis yang sangat keras. Ada tiga Presiden sebelum 2004 dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Setiap Presiden memiliki konsep kebijakan luar negeri dan positioning mereka sendiri. Dampaknya kecil. Siapa yang mendengar pandangan mereka di dunia? Mungkin Indonesia masih belum siap waktu itu.

Kemudian datang SBY yang dikatakan telah membawa kembali Indonesia di kancah internasional terutama dengan memungkinkan pertumbuhan ekonomi , diundang untuk bergabung dengan G20 oleh Presiden Amerika Serikat G.W. Bush, membawa perdamaian ke Aceh, mediasi dalam krisis perbatasan antara Thailand dan Kamboja, mendukung proses demokratisasi Myanmar, mendorong ASEAN untuk menciptakan Komunitas ASEAN atau mempromosikan demokrasi, Islam moderat dan hak asasi manusia di dunia.

Fokus utama Indonesia masih ASEAN setidaknya on paper. Salah satu perdebatan yang menarik tapi saya tidak akan fokus ke situ di sini: apakah ASEAN mengandung Indonesia dan mencegahnya dari kenaikan menjadi kekuatan yang lebih besar?

SBY menginginkan Indonesia punya kepemimpinan intelektual untuk mencoba mengkompensasi ketiadaan pengaruh dalam hal hard power. Konsep SBY terkenal yang dianggap mewakili suatu bentuk diplomasi intelektual adalah misalnya:

- “Satu juta teman , tanpa musuh”. Indonesia tidak punya musuh sehingga akan berkolaborasi dengan semua orang berdasarkan kepentingan bersama. Nah kita melihat hasil dari kebijakan itu dengan penyadapan SBY oleh intelijen Australia. Konsep yang benar-benar tidak sesuai dengan realitas dunia yang keras. Konsep ini juga terdengar agak kekanak-kanakan. Ini seperti " Saya tidak punya ide jadi saya bikin konsep itu”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun