Mohon tunggu...
Catur Warna
Catur Warna Mohon Tunggu... Wirausaha -

Milanisti | Kajian filsafat islam dan tasawuf | Membaca dan menulis | Penikmat kopi hitam | Editor di www.bincangkopi.com | \r\ncontact: akrom@bincangkopi.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Klazo: Jakarta Menjerit!

27 September 2012   17:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:34 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta menjerit! Begitulah gambaran warga Jakarta saban harinya. Sudah lama saya ingin menuliskan ini. Sejak kali pertama menginjakkan kaki di Ibukota. Saya merasa aneh dengan polah warga Jakarta. Apakah memang semua jagoan, merasa yang punya jalan, atau mungkin mengalami gangguan kejiwaan sehingga mereka harus menjerit di sepanjang jalan? Mungkin juga jeritan tersebut merupakan gambaran batin yang meronta-ronta, memohon ampun dari siksa macet yang telah menguras uang mereka?

Klazo adalah istilah Yunani yang berarti menjerit. Pangkal kata dari klakson. Sebuah alat yang mulai digunakan sejak 1908 yang ditemukan kerabat Thomas Edison, Miller Reese Hutchison.Dengan daya elektromagnet dan kawat spiral, klakson bekerja sedemikian rupa hingga menimbulkan laungan sekian skala kekuatan suara.

Waktu masih kecil, saat Bapak mengajariku mengendarai motor, ia selalu memintaku membunyikan klakson, menyalakan lampu sent serta melihat kaca spion sebelum mendahului kendaran. Bapak memintaku untuk membunyikan klakson seperlunya. "Mengalah lebih baik, sebab yang penting selamat sampai tujuan", begitu nasihat yang beliau berikan. Saat berjalan di perkampungan, tak lupa ia memintaku untuk membunyikan klakson sebagai ucapan, "Hai, Bro...", "Aman, bos..." kepada orang yang dikenal. Sekadar untuk menyapa.

Saya tak paham dengan logika klakson Ibukota. Para pengendara kendaraan-entah roda berapa pun-tak cukup membunyikan klakson sekali saja, bila perlu sebanyak mungkin dan diakhiri dengan klakson panjang. Mungkin warga Ibukota gemar menyapa? Yang pasti aturan suara untuk membedakan jenis kendaraan telah digubah semaunya sendiri. Mungkin mereka tak mau dibilang menggunakan kendaraan berukuran kecil. Bahkan kendaraan roda dua pun tak mau kalah lengking dengan klakson metro mini.

Siapa yang ingin telat masuk kerja, kencan, dan bertemu klien? Rasanya tak ada yang ingin telat, termasuk para pengguna jasa angkutan umum sekalipun. Jika yang berbunyi itu shirine ambulance atau pemadam kebakaran, saya memaklumi mereka karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan mereka sigap dalam melayani masyarakat. Telat sedikit saja nyawa orang bisa melayang.

Entah kemana nalar saat terjadi macet atau rambu lalu lintas merah menyala. Suara klakson berubah menjadi makian orang jalanan bertubi-tubi. "Woi! Minggir Njing!", "Kasih Gue lewat tolol!", "Look at me, Bro!", "Ini jalan moyang gue goblok!" Suara itu sahut-menyahut seperti Serigala hutan yang saling ingin menunjukkan kejantanannya.

Jika masih tak percaya Jakarta menjerit, coba tanyakan pada saudara, kerabat, teman, atau siapa pun yang pernah tinggal di belahan dunia benua Biru. Konon di sana hampir tidak kita dengar pekikan pengguna jalan. Mungkin ini hanya soal kesadaran bersama akan ruang publik, ketertiban dan rasa disiplin?

Salam Rocker, Bro!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun