Talas merupakan salah satu tanaman pangan berupa umbi yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Tanaman talas banyak di budidayakan di Indonesia salah satunya di pulau Jawa. Tanaman talas juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selama ini semua bagian tanaman talas hanya dimanfaatkan sebagai bahan makananan, pembungkus, maupun obat. Namun apakah pernah terendengar bahwa umbi talas sebagai bioplastik? Seperti kita ketahui ketika mendengar kata plastik, sudah tak asing lagi bagi kita. Plastik hapir tak pernah luput digunakan dalam kehidupan sehari -- hari.Â
Pada umumnya plastik konvensial terbuat dari bahan minyak bumi yang memiliki sifat degradasinya sangat rendah sehingga membutuhkan waktu 500 -- 1000 tahun untuk dapat terurai. Penggunaan plastik yang hampir di seluruh dunia dan semakin meningkat menyebabkan sampah plastik dapat merusak lingkungan. Lalu mengapa plastik tidak didaur ulang saja? Tidak karena biaya yang dibutuhkan daur ulang plastik tidak sebanding dengan biaya produksi plastik. Maka dari itu ditemukanlah sebuah inovasi baru untuk membuat plastik yang ramah lingkungan. Salah satunya yaitu bioplastik.Â
Bioplastik merupakan palstik ramah lingkungan yang fungsinya sama persis dengan plastik konvesional akan tetapi perbedaanya yaitu bioplastik mudah hancur terurai oleh mikroorganisme menjadi gas karbondioksida dan air ketika selesai digunakan dan dibuang ke lingkunagn maka tidak akan meninggalkan zat -- zat yang bersifat racun. Bioplastik ini sudah dikembangkan sejak lama termasuk di indonesia. Seiring berkembangnya teknologi baik dari pertanian maupun perkebunan dan lain sebagainya, bahan pembuatan bioplastik mulai diperbarui. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan umbi talas sebagai bahan dasar pembuatan bioplastik. Loh bisa talas jadi plastik? Bisa dong tentunya. Umbi talas mengandung pati sebesar 70%. Hal ini menjadikan talas dapat digunakan sebagai bahan dasar bioplastik yang ramah lingkungan. Pembuatan bioplastik berbahan dasar pati diproses dengan prinsip gelatinisasi. Proses gelatinisasi merupakan proses dimana pati diberi penambahan air pada pati kemudian dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi yang nantinya membuat pati menyerap air dan dapat membengkak. Namun jumlah air yang terserap oleh pati dan pembengkakanya  sangat terbatas.Â
Pati akan menyerap air dengan maksimal apabila suhu pemanansanya berkisar pada temperatur 55 hingga 65. Suhu dari gelatinisasi pati akan mempengaruhi perubahan dari vikositas larutan pati, dengan peningkatan  suhu ketika pemanasan membuat kekentalan suspensi pati menurun. Suhu gelatinisasi merupakan suhu ketika granula pati pecah. Gelatinisasi menyebabkan ikatan amilosa cenderung saling berdekatan, hal ini diakrenakan adanya ikatan hidrogen. Setelah terjadinya proses gelatinisasi, larutan gelatin kemudian akan dicetak dengan dituangkan pada tempat pencetakan dan dikeringkan selama 24 jam. Pengeringan ini dimaksudkna untuk menyusutkan atau mengurangi kandungan air, sehingga gel atau peti tersebut akan membentuk bioplastik. Lalu apakah bioplastik bisa elastis seperti plastik konvensional? Ya tentu saja bisa dengan penambahan bahan Plasticizer. Plasticizer merupakan bahan tambahan pembuatas bioplastik yang berfungsi untuk meningkatkan keelastisan dari bioplastik dengan cara mengurangi derajat hydrogen dan meningkatkan jarak molekul dengan polimer.  Semakin banyak menggunakan Plasticizer maka kelarutan juga semakin meningkat. Selain itu juga bisa ditambahkan dengan bahna kitosan. Kitosan ini memiliki kelebihan dalam pembuatan bioplastik yaitu sebagai anti air. Kok bisa sih ? ya bisa karena kitosan mengandung senyawa yang tidak dapat larut dalam air sehingga dapat mereduksi sifat dari pati yang dimana pati sendiri mampu menyerap air sebesar 100%.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H