[caption id="attachment_165695" align="aligncenter" width="511" caption="anak-anak Tengger dan relawan berpose di jembatan bambu yang biasa mereka titi menuju ke sekolah. Jika hujan deras tiba titian ini tidak bisa mereka lalui."][/caption]
Langkah kaki kecil itu menapaki jalan yang terlihat habis terpakai oleh air hujan untuk mengalir. Mendaki, licin dan becek. Sepatu mereka tidak bisa melindungi kaki mereka sepenuhnya, robek disana-sini sehingga jemari kaki terlihat walau terbungkus oleh sepatu. Sekelompok anak-anak seperti biasa, pagi itu pergi sekolah menunaikan kewajiban menuntut ilmu di Sekolah Dasar Jatisari. Canda riang dan terkadang diselingi gelak tawa diantara mereka terdengar. Melompati bukit sebagai jalan alternatif yang lebih dekat dari jalan yang lebih enak untuk dipakai sebagai jalan yang dapat diakses dengan kendaraan. Kegiatan rutin sebagai seorang siswa sangat berat. Dalam usia mereka yang masih sangat belia, harus berjalan selama kurang lebih 30 menit, berangkat pagi sekitar setengah enam untuk mengejar waktu dimulainya belajar-mengajar di sekolah. Cukup bisa terbayang jam mereka memulai aktivitas untuk bersiap ke sekolah. Belum lagi ketika cuaca tidak mendukung. Hujan turun sebagai sesuatu yang menakutkan, sebagai penghalang langkah mereka untuk terus sampai di sekolah dan pulang kembali ke rumah. Karena mereka juga harus melewati sungai yang pada saat hujan aliran menjadi deras, tetapi tidak ada air ketika kemarau datang. Dan terkadang jalan yang mereka lalui terpotong oleh aliran air hujan. Melewati pematang sawah, dengan kilat yang menyambar. Belum lagi ketika harus mengikuti kegiatan ekstra di sekolah usai waktu pelajaran. Mereka harus pulang melewati bukit dengan berkawan gelap.
Menjadi relawan mungkin sudah menjadi hal yang biasa saja bagi saya. Namun menjadi relawan pendampingan anak adalah hal yang baru dan sulit. Karena selain untuk memberikan sumbangsih pada masyarakat, tetapi juga harus menggunakan kemampuan pikiran dalam mengurai benang kusut permasalahan dengan baik dan bijak. Semua kebujakan harus dilandasi dengan panggilan hati yang tulus untuk benar-benar mengentaskan permasalahan anak dan keluarganya dalam menjalani pendidikan mereka. Keberadaan mereka sudah cukup untuk tidak terjangkau dari perhatian pemerintahan desa, kabupaten, propinsi, apalagi pemerintah pusat. Hanya beberapa relawan yang saya pikir bersedia mampu menjangkau mereka dengan panggilan hati sebagai sumbangsih untuk negeri Indonesia ini.
Desa Tengger
[caption id="attachment_165698" align="aligncenter" width="584" caption="Di balik bukit inilah tempat Desa Tengger berada. Nampak di depan adalah SD Jatisari."]
Desa Tengger terletak di Kecamatan Ponjong, Kelurahan Sawahan, Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa di daerah pegunungan kapur (Karst), di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Semin dan di timur dengan Kabupaten Wonogiri di Propinsi Jawa Tengah. Desa yang merupakan lembah diantara bukit-bukit yang menjadi benteng melingkar mengelilingi desa. Jalan yang dapat dilalui oleh kendaran roda empat hanya berjumlah satu sebagai akses tunggal transportasi masyarakat Desa Tengger. Transportasi umum tidak ada, sebagai alat kemudahan menuju daerah yang lain. Taraf ekonomi yang sebagian besar sangat rendah sehingga jarang terdengar suara deru kendaraan yang lalu lalang. Rumah tinggal mereka terbuat dari dinding yang terbuat dari batu kapur yang dipotong persegi seukuran batako. Juga banyak dinding rumah yang masih terbuat dari anyaman bambu. Lantai rumah yang masih dari tanah.
[caption id="attachment_165699" align="aligncenter" width="547" caption="Jalan yang lebih mirip sungai kering inilah yang biasa dilalui anak-anak menuju ke sekolah."]
Sebagian besar masyarakatnya adalah pedagang sekaligus petani yang menjual langsung hasil pertanian dari tanah garapan mereka sendiri. Tanah pertanian biasa mereka tanami dengan sawah tadah hujan dengan beras merah sebagai hasil pertanian andalan Umbi-umbian juga banyak terdapat dari hasil lahan mereka. Akhir-akhir ini, sawah mereka tidak banyak menghasilkan karena diserang hama tikus yang memakan habis tanaman. Sapi dan kambing adalah ternak yang banyak dipelihara disamping ayam kampung.
Dari hasil pertanian, masyarakat Desa Tengger menjualnya di Pasar Semin. Pasar di Kota Kecamatan Ponjong nampaknya tidak menjadi pilihan karena letaknya yang lebih jauh daripada Pasar Semin. Pagi buta mereka berangkat. Sekitar pukul setengah tiga dengan berjalan kaki melewati bukit yang mengisolasi desa ini. Dengan obor terbuat dari daun kelapa kering, tangan-tangan mereka menggenggam erat sambil berjalan menggendong dagangan menuju pasar semin. Wajah-wajah yang tidak hanya dari kalangan kaum muda menjadi berpeluh untuk mendapatkan uang untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
Sarana pendidikan dasar hanya terdapat di desa tetangga. Untuk tingkat Taman Kanak-kanak masih terdapat di Desa ini. Namun setelahnya, anak-anak harus bersekolah di Sekolah Dasar Jatisari sebagai satu-satunya sekolah dasar yang dapat memberikan pendidikan dari mereka. Sedangkan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama mereka harus menempuh jarak yang lebih jauh lagi. SMP Negeri 3 Ponjong yang berada di Desa Sawahan kebanyakan menjadi satu tempat untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Disamping Sekolah Negeri dengan biaya murah, sekolah ini juga satu-satu Sekolah Menegah Pertama yang terdekat yang bisa terakses dengan jalan yang mudah. Untuk masuk sekolah inipun tidak mudah. Karena tentu lebih banyak anak-anak daripada bangku yang disediakan. Harus ada persaingan kecerdasan dari anak-anak untuk bisa masuk di sekolah ini. Lalu bagaimana dengan nasib pendidikan anak dengan tingkat kecerdasan yang biasa-biasa saja?.
Dari segi kehidupan ekonomi juga menjadi penyebab. Karena kehidupan ekonomi masyarakat yang masih di bawah rata-rata banyak dari mereka yang putus sekolah. Keluarga yang mempunyai anak usia sekolah dengan ekonomi yang pas-pasan pasti tidak akan pernah berpikir untuk menyokolahkan anaknya ke tempat yang lebih jauh di kota. Faktor kemudahan transportasi menjadi pertimbangan utama dari para orang tua. Selain hampir dikatakan tidak ada angkutan umum yang melalui desa, juga karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk sampai di sekolah. Transportasi yang mungkin ada hanya ojek motor. Dalam sekali perjalan ke Kota Kecamatan Ponjong sekitar Rp. 20.000.00. sedangkan untuk mencari pondokan kebanyakan dari mereka masih belum berani melepas anak-anak seusia mereka.memang tidak banyak pilihan yang harus diambil dari orangtua untuk menyokolahkan anak-anak.
Menerobos Kegelapan
Jelas bahwa keberadaan ini disebabkan oleh rendahnya pendidikan Masyarakat Desa Tengger yang tertinggal. Pertanian bisa lebih berkembang melalui pendidikan. Hama tikus dapat teratasi. Masyarakat lebih dapat meningkatkan pendapatan ekonomi dengan spesifikasi profesi. Satu berdagang dan yang lain mengembangkan pertanian atau mengembangkan kerajinan dan potensi alam yang indah.
Program wajib belajar 9 tahun hanya berdasar pada kebijakan penguatan di kota-kota besar tetapi tidak pada penguatan sarana yang terjadi di daerah yang terpencil. Yogyakarta yang mendapat julukan sebagai Kota Pelajar dengan akses pendidikanyang beragam dan mudah, namun dalam kenyataannya masih banyak terdapat desa-desa yang terpencil dengan akses pendidikan yang terbatas bahkan dalam masa pendidikan dasar.
Keseluruhan anggaran pendidikan nasional yang hanya mempunyai angka 20 persen tidaklah cukup untuk mewujudkansebuah fisik sekolah baru untuk anak-anak Desa Tengger. Tetapi kalau para pemuka negeri ini memang peduli dengan pendidikan sebagai sebuah jalan yang harus ditempuh untuk membangun Indonesia dari keterpurukan maka anggaran bisa diambil dari sarana perhubungan yang dapat membuka akses-akses transportasi di daerah yang terpencil. Jalan bisa dibuka untuk menghubungkan daerah terpencil dengan derah lain. Sarana transportasi diperbanyak menjangkau daerah pelosok. Jadi semua Lembaga Pemerintahan dengan berbagai program orientasi utamanya adalah mengangkat pendidikan.
Memperluas pendidikan non formal juga harus diberikan. Banyak Lembaga Sosial Masyarakat yang sebenarnya mempunyai gerak yang jauhmenjangkau daerah yang terpencil. Memberikan sebuah kemudahan dalam birokrasi, memberikan dukungan moril bagi relawan-relawan di daerah terpencil. Atau apresiasi yang tidak disebandingkan dengan materi bagi mereka. Namun juga tidak bisa dipungkiri pemerintahan juga harus selektif terhadap pergerakan LSM yang hanya akan menjual kemiskinan dan menjual Indonesia di luar negeri.telah banyak LSM yang sebentar tumbuh lalu menghilang karena program yang tidak berkesinambungan.
SOS Children’s Village Yogyakarta
Pada awal tahun 2011 ini SOS Children’s Village Yogyakarta telah berada di Desa Jatisari untuk memberikan pendampingan di Desa Jatisari termasuk juga Desa Tengger. Sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam tumbuh kembang anak-anak kurang beruntung yang berpusat di Austria. Sedangkan di Indonesia yang berpusat di Bandung, telah mempunyai 9 tempat ( Aceh, Meulaboh, Medan, Semarang, Yogyakarta, Lembang, Bali dan Flores). Selama hampir 20 tahun mendampingi anak-anak di Indonesia sebagai LSM yang terbukti memang kosisten dalam memperjuangkan kehidupan anak-anak masa depan negeri ini. Didirikan oleh Hermann Gmeiner, seorang dokter yang menghimpun anak-anak korban perang dunia II pada tahun 1949. Sedangkan di Indonesia dibawa oleh Ir. Agus Prawoto pada tahun 1972
Di Desa Jatisari SOS Children’s Village Yogyakarta mendirikan Komunitas Sapa Jiwa, semacam balai sebagai perpanjangan tangan Family Strengthening Program atau Program Penguatan Keluarga. Dasar dari program ini adalah menguatkan sisi-sisi yang menjadi kekuatan anak melalui Komunitas Sapa Jiwa. Adapun bidang yang dikedepankan dalam pendampi9ngan adalah:
Pendidikan
Dasar dari program pendidikan adalah bagaimana anak-anak dapat bersekeolah ke jenjang yang setinggi-tingginya dengan keterbatasan yang ada. Atau paling tidak terus menumbuhkan semangat mereka untuk tidak putus sekolah. Semangat ini yang menjadi modal pokok bagi anak-anak untuk kehidupan mereka , keluarga dan lingkungannya.
Selain itu, anak-anak dan keluarganya diberi ketrampilan untuk memberikan penguatan pada bidang ekonomi dan tambahan bekal pada anak-anak untuk bisa survive dalam kehidupan nyata nantinya jika harus meninggalkan kampung halaman.
Kesehatan
Memberi pengetahuan tambahan bagaimana hidup yang sehat dalam lingkungan di sekitar rumah dan masyarakat.
Advokasi
Usaha untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk berpihak pada anak. Tidak hanya dilakukan pada pemerintahan setempat tetapi juga dalam kebijakan nasional
Dasar dari SOS Children’s Village Yogyakarta berusaha mengupayakan suatu hal yang dapat diberikan kepada anak-anak. Sebagai salah satu alternatif solusi terhadap satu sekian banyak dilema pendidikan. Namun juga banyak sekali halangan yang harus dilalui dari masyarakat itu sendiri atau pihak pemerintah desa. Kebanyakan dari mereka memandang keadaan masyarakat sebagai sorang sinterklas. Memberikan ikan yang siap dimakan tanpa melalui proses untuk mendapatkan ikan itu sendiri. Demikian juga dengan moral Aparat Pemerintahan Desa yang menengok finansial tanpa adanya semangat pengabdian untuk masyarakat.
Dilema Desa terpencil memang ibarat sebuah sangkar besi yang angkuh. Hanya ada satu pintu, itupun juga terkunci dengan kokoh. Hanya Pendidikan sebagai kunci yang dapat membuka permasalahan ini. Pemerintahan negeri ini harus berorientasi pada pendidikan untuk merubah Indonesia, bangkit dari keterpurukan. Desa Tengger hanya satu dari sekian desa yang ada. Tidak hanya anak-anak di terbit matahari Yogyakarta, terkungkung pada keterbatasan yang menjadikan mereka terdiam dalam ketidakberdayaan. Desa mereka akan selamanya begitu ketika akses pendidikan masih sulit. Tidak ada kepeloporan dari seseorang dengan mengenyam pendidikan yang tinggi meskipun dalam keterbatasan. Butuh orang yang terpanggil hatinya, untuk memperpanjang tangannya dalam menjangkau mereka. Dan mereka masih berada disana dengan keterbatasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H