Pada masa lalu, pendidikan di Indonesia menganut pendekatan DDHC (Duduk, Dengar, Hafal, dan Catat) yakni pendekatan yang otoriter oleh guru dan mengabaikan kemampuan belajar peserta didik. Alasan inilah yang menjadi latar belakang perlunya peningkatan mutu pendidikan yang dapat dilakukan dengan memperbaharui pendekatan pembelajaran. Salah satu perbaharuan pembelajaran adalah dengan CBSA, yakni suatu pendekatan yang menuntut keaktifan guru dan peserta didik khususnya. Artinya, keaktifan guru dalam hal menciptakan suasana belajar dan keaktifan siswa dalam hal penerimaan materi atau pengalaman belajar.
CBSA itu sendiri adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang seoptimal mungkin sesuai kemampuan atau pengalaman yang dimilikinya dalam proses belajar. Jadi, CBSA itu pendekatan pembelajaran yang manusiawi. Seperti yang telah dijelaskan Jean Piaget pada 1935, Socrates, dan Ki Hajar Dewantara. CBSA mengubah posisi peserta didik yang semula sebagai objek pengajaran menjadi subjek yang belajar. Dalam pendekatan ini, peserta didik dilibatkan dalam beberapa keaktifan, yaitu keaktifan mental, intelektual, dan sosial. Dimana, keaktifan mental diartikan sebagai proses peserta didik memperoleh dan menyenangi materi yang diberikan guru. Keaktifan intelektual dapat diartikan sebagai usaha peserta didik memecahkan masalah tersebut dengan berpikir secara maksimal. Sedangkan, keaktifan sosial yaitu peserta didik melakukan aktivitas belajar dengan berdiskusi. Dari ketiga keaktifan itulah peserta didik merasa bahwa belajar sebagai suatu kebutuhan.
Arah pendekatan CBSA adalah membentuk manusia yang mampu berpartisipasi bagi penyempurnaan pembangunan bangsa. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuan murid agar mampu belajar mandiri,baik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dari arah dan tujuan CBSA tersebut, pelaksanaan CBSA harus berpedoman pada prinsip yang ditinjau dari siswa dan peran guru. Prinsip yang ditinjau dari siswa adalah mengurangi dominasi guru dan kebiasaan siswa belajar sendiri, dalam hal ini diartikan siswa belajar dengan teratur. Sedangkan prinsip yang ditinjau dari peran guru adalah pembuatan perencanaan belajar dan penciptaan suasana belajar, diartikan sebagai fasilitator.
Kemampuan yang dikembangkan dibedakan menjadi dua yaitu keaktifan yang tampak (menjawab pertanyaan, berdiskusi, bertanya) dan yang tak tampak (berpikir menyelesaikan suatu masalah). Walaupun lebih didominasi pada keaktifan yang tak tampak, tapi diantara keduanya saling berkaitan. Kemampuan peserta didik yang dikembangkan melalui CBSA adalah kemampuan berpikir, kemampuan mental, pembentukan pengetahuan, pembentukan keterampilan, kemampuan sosial, pembentukan sikap dan nilai.
Kurangnya sumber belajar yang terdapat pada sekolah-sekolah menjadi salah satu alasan penggunaan strategi CBSA. Hal ini dimaksudkan bahwa sumber belajar dapat diperoleh dari lingkungan peserta didik. Lingkungan dijadikan sarana dan bahan belajar .
Pengajaran dapat diorganisasikan untuk mempermudah pelaksanaan KBM yang melibatkan keaktifan peserta didik. pengorganisasian dapat secara individual, kelompok, atau berpasangan. Pengelompokan dapat berdasarkan prestasi, minat, bakat, dan kesukaan peserta didik. Misalnya, pengelompokan berdasarkan prestasi, guru harus memperhatikan tingkat prestasi masing-masing peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H