[caption id="" align="aligncenter" width="465" caption="image source: www.metrotvnews.com"][/caption] Saya salah satu penggemar sepak bola Indonesia yang optimis dengan MoU yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak, PSSI dan KPSI. Namun, setelah kemelut mengenai “Timnas” dengan versi masing-masing pihak dan belum lagi hukuman bagi pemain ISL yang menjadikan seolah-olah membela Negara menjadi kriminal karena beda pandangan mengenai siapa yang membentuk Tim Nasional tersebut, saya jadi pesimis bahwa adanya perdamaian dari kedua belah pihak untuk menyatukan dualisme kepemimpinan di PSSI.
Setelah La Nyala Mataliti tetap ngotot untuk membentuk Tim Nasional versi KPSI, sorotan sekarang adalah kapan Indonesia akan dijatuhi sanksi oleh FIFA?. Sebagian pihak menyayangkan jika hal tersebut terjadi karena akan merugikan Indonesia yang tidak dapat bermain di level Internasional, tapi kita harus realistis mengenai perdamaian yang di-dealine selesai tahun ini. Saya pribadi mendukung jika memang Indonesia di jatuhi Sanksi, menurut saya itu merupakan jalan tengah untuk mengakhiri kemelut di tubuh PSSI.
Dengan hukuman dua tahun pembekuan sanksi yang diberikan, saya rasa cukup untuk pihak yang merasa punya kepentingan untuk duduk bersama dan memecahkan persoalan dualisme kepemimpinan yang tengah terjadi saat ini, kita bisa belajar dari Brunei Darussalam yang walaupun terkena sanksi tetapi liga lokal dan pembinaan bibit sepak bola tetap berjalan dan mengalahkan Indonesia di Final Hasanal Bolkiah Trophy, Federasi yang sehat menghasilkan liga yang sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H