Mohon tunggu...
Catleya Ayundasari
Catleya Ayundasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Private

Proofreader-Translator, Writer, English Tutor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jaga Jarak=Tidak Bersilaturahmi?

7 April 2020   15:17 Diperbarui: 7 April 2020   15:58 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Getty Images

Sebagian besar perusahaan dan institusi pendidikan di Indonesia meniadakan kegiatan fisik on site yang bisa dipindah ke sarana online mengikuti kebijakan pemerintah. Banyak pihak yang salah mengartikan imbauan ahli kesehatan dan pemerintah untuk diam di rumah sebagai larangan untuk melakukan kegiatan tertentu seperti bekerja, bersekolah, dan pergi beribadah. Padahal, esensi dari imbauan ini ada untuk mencegah transmisi virus Covid-19 atau SARS-CoV-2 antar manusia, tidak menargetkan kepada kegiatan dan identitas kelompok masyarakat tertentu secara personal.

Lantas, apakah kita harus memutus tali silaturahmi?

Ahli politik dan kebijakan publik Universitas Northeastern, Daniel Aldrich, mengatakan istilah social distancing (menjaga jarak sosial) bisa menimbulkan salah persepsi di antara masyakarat yang menyebabkan penolakan terhadap imbauan. Padahal, menurut Aldrich, mengutip The Washington Post, upaya yang dilakukan untuk memperlambat penyebaran virus ini harus mendorong penguatan ikatan sosial dengan tetap menjaga jarak fisik. "Pandemi Covid-19 kemungkinan akan berlangsung beberapa waktu ke depan dan kita perlu merasa terhubung satu sama lain," lanjut Aldrich.

Pemimpin Teknis Upaya Penanggulangan Covid-19 WHO, Maria Van Kerkhove, pada konferensi pers (20/3/2020) menuturkan WHO mendukung penuh terjalinnya silaturahmi. Malahan, menurut WHO, semua orang perlu bersilaturahmi selama masa-masa sulit ini. Berbicara dengan orang yang kita kenal dan percaya dapat membantu menghilangkan tekanan dari rasa stress dan mendorong imun tubuh. WHO menekankan hal yang harus dihindari sebenarnya merupakan kontak fisik. Penggantian frasa dari social distancing menjadi physical distancing, atau dalam Bahasa Indonesia menjaga jarak fisik, merujuk kepada kenyataan bahwa manusia merupakan makhluk sosial sehingga tidak mungkin koneksi sosial tersebut dihilangkan. Melalui teknologi, kebutuhan sosial manusia ini dapat terpenuhi.

"Dekat tidak berarti intim, jauh tidak berarti terpisah. Semisal ada kerabat kita yang positif dan terpaksa harus dikarantina di rumah, akan sangat baik jika lingkungan sekitar turut berkontribusi membantu dan mendukung kesembuhan si pasien, paling tidak dengan komunikasi [melalui] Whatsapp, beri semangat, [atau] donasi kebutuhan makanan sehari-hari," tutup Abhirama S.D Perdana, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun