Mohon tunggu...
Catherine LAry
Catherine LAry Mohon Tunggu... Konsultan - Corporate Secretary

Hobby membaca, menulis dan bercerita. Founder PT EasyHelps Multi Solusindo providing Corporate Secretary Services.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Antara Force Majeure dan Good Faith for Business Continuity These Days

12 April 2020   23:00 Diperbarui: 12 April 2020   23:11 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Dhaya Eddine Bentaleb on Unsplash

Situasi yang makin hari makin tidak jelas bahkan rasanya makin sulit bagi sebagian pengusaha karena dampak wabah virus Corona Covid 19 yang secara signifikan menghantam laju perekonomian hampir setiap bidang usaha, tentunya menimbulkan cukup banyak konflik dan sengketa bisnis yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi karena banyaknya masalah yang timbul akibat perputaran keuangan bisnis dan usaha menjadi mandek dan cash flow menjadi kacau. 

Banyak hal yang ditempuh bahkan keputusan terberat pun dengan terpaksa harus diambil oleh pengusaha untuk berupaya survive atau bertahan dalam masa sulit yang melanda dunia secara global ini. Antara lain kredit macet, negosiasi dan restrukturisasi usaha, pemotongan gaji dan tunjangan karyawan, pemberlakuan unpaid leave bahkan pemutusan hubungan kerja pun tidak dapat dihindari karena arus perputaran uang yang tidak berjalan lancar dan normal seperti biasanya. 

Dalam situasi ini terdapat 2 istilah yang menjadi lazim didengar dan menjadi bagian penting yang perlu diperhatikan dalam cara-cara mempertahankan keberlangsungan bisnis dan usaha, yaitu Force Majeure dan Good Faith. 

Apa itu force majeure? 

Force majeure atau keadaan memaksa secara umum merujuk pada tindakan alam (Act of God) seperti bencana alam, banjir, gempa bumi, kerusuhan, perang, bahkan menyebarnya wabah virus corona covid 19 ini di dunia pun masuk dalam kategori force majeure dimana ini pun terjadi di luar kuasa siapa pun. 

Apa itu Good Faith?

Good Faith atau itikad baik merujuk kepada kejujuran dalam melaksanakan setiap transaksi bisnis termasuk didalamnya adalah sikap jujur dalam fakta dan dan penghormatan terhadap etika bisnis, norma-norma dan standar dalam berbisnis. Good faith menjadi salah satu indikator dalam pelaksanaan transaksi bisnis untuk meningkatkan kepercayaan berbagai pihak dalam melaksanakan dan menjalankan bisnis. 

Lalu, dalam bencana penyebaran wabah virus corona covid 19 ini, apakah Force Majeure dan Good Faith dapat menjadi peluang dalam upaya menjaga keberlangsungan bisnis? 

Tentu saja bisa. Karena bagaimanapun tidak ada siapapun yang dapat memprediksi dan memperkirakan kenapa wabah virus ini dapat menyerang dunia dan kapan akan terselesaikan. Wabah virus ini sudah merupakan situasi force majeure yang terjadi tiba-tiba seperti gempa bumi. 

Sehingga tidak ada siapapun yang dapat disalahkan, karena seluruh dunia mengalami bencana ini dimana salah satu akibatnya perekonomian menjadi sangat lesu dan bahkan beberapa sudah terpuruk tidak mampu menanggung lagi beban biaya operasional yang besar. 

Sedangkan good faith, adalah salah satu cara bagi pengusaha untuk memberikan dan menyampaikan komitmennya dalam pengambilan setiap keputusan terbaik yang mampu ditanggung bersama dalam situasi seperti saat ini. Contoh, ingin melakukan negosiasi restrukturisasi hutang, dengan itikad baik dan good faith akan menimbulkan kepercayaan pihak lain atau stakeholder sehingga bisnis dapat diusahakan tetap berjalan stabil dan berkesinambungan meskipun harus berjalan perlahan dan tanpa kepastian. 

Saya baru saja membaca sebuah email announcement atau pemberitahuan yang jujur dari CEO salah satu maskapai low-cost airline yang benar-benar sangat terdampak akibat wabah virus ini. 

Dimana untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja kepada ribuan pegawainya dan penutupan bisnis, mereka dengan terpaksa memberlakukan pemotongan gaji 15-75% dan seluruh Direksi tidak menerima gaji dalam masa-masa ketidakpastian ini karena perusahaan masih memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran biaya sewa pesawat dan bahan bakar, belum lagi kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada customer yang telah jauh hari membeli tiket pesawat mereka. Tentunya keputusan sulit ini mau tidak mau harus diambil dan dijalankan akibat dari keadaan memaksa atau force majeure yang harus dilakukan sebaik-baiknya dengan itikad baik atau good faith. 

Semoga kita semua yang saat ini sedang patah semangat dan khawatir, terus diberi ketabahan dan tidak kehilangan harapan. Karena dibalik ini semua kita segera akan melihat pelangi. 

Saat ini mari kita fokus dulu pada keluarga masing-masing dan percaya Tuhan sedang bekerja memberikan yang terbaik bagi kita semua makhluk ciptaan-Nya yaitu bumi, manusia, hewan, pohon-pohon dan segala yang ada didalamnya. 

Jika mulai merasa stres dan frustrasi, coba cari kesibukan lain dengan belajar menulis, menulis apapun perasaan yang ada pada kita saat ini. Ini salah satu cara bagi saya menolong diri sendiri agar tetap punya pengharapan dan menjauhkan diri dari patah semangat. 

In This Together... God Bless Us all... #dirumahaja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun