Setiap film yang diproduksi dan akan ditayangkan kepada masyarakat luas, haruslah melalui tahap penyensoran film, yaitu uji kelayakan film atau iklan film sebelum dipertunjukkan kepada khalayak umum.
Dilansir dari malangtimes.com, Imarotul (2019) mengatakan bahwa film "Pocong 1" (2006) tidak mendapat Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film (LSF).
STLS yang dikeluarkan oleh LSF adalah sebuah surat untuk film dan iklan film yang telah dinyatakan lulus sensor sehingga dapat dipertunjukkan (LSF RI, n.d.).
Iklan film diantaranya termasuk poster, stilllphoto, slide, banner, pamflet, baliho, brosur, spanduk, plakat, dan lain sebagainya (Astuti, 2022, h. 50).
Menurut Astuti (2022, h. 51), sesuai yang telah ditetapkan dalam PP No. 7 Tahun 1994, terdapat empat elemen yang dinilai oleh LSF, yaitu sisi keagamaan, ideologi dan politik, sosial budaya masyarakat, serta ketertiban umum.
Film "Pocong 1" (2006) yang tidak dapat tayang dianggap telah melanggar UU No. 33 Pasal 6 Tahun 2009 tentang Perfilman yang berbunyi, "Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung isi yang: (a) mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; (b) menonjolkan pornografi; (c) memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-ras, dan/atau antargolongan; (d) menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai agama; (e) mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum; dan/atau (f) merendahkan harkat dan martabat manusia (BPI, n.d.).
Monty Tiwa mengatakan bahwa terdapat lima hal yang menyebabkan film tersebut dilarang tayang, dua diantaranya dinilai sadis dan dapat memicu kembalinya luka lama karena menayangkan kerusuhan tahun 1998 yang menyinggung unsur suku, agama, ras, dan budaya, selain itu terdapat adegan visual pemerkosaan yang "brutal" (Imarotul, 2006).
Menurut Umbas dkk (2021, h. 146), film yang tidak sesuai dengan pedoman atau kriteria sensor, meliputi tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan, akan dikembalikan untuk diperbaiki kepada pemilik film.
Apabila film tidak lulus sensor dengan sengaja tetap menjual, mengedarkan, menyewakan, atau mempertunjukkan kepada khalayak, akan dipidana dengan ketentuan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00.
Berdasarkan hal tersebut, film Pocong 1 ditarik kembali dan Monty Tiwa mengambil langkah untuk mempercepat pembuatan film "Pocong 2" (2006). Hal ini yang menjadikan "Pocong 2" (2006), justru tayang terlebih dahulu daripada film "Pocong 1" yang baru tayang pada tahun 2019.
"Pocong The Origin" (2019) dapat dikatakan sebagai film reinkarnasi dari "Pocong 1" (2006) yang dilarang tayang dengan menghilangkan dua unsur yang dilarang pada saat itu dan tetap mempertahankan tiga lainnya.