Mohon tunggu...
Catharina Devi
Catharina Devi Mohon Tunggu... -

reach our dream, water of life

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perahu Kertas Perahu Kehidupan

3 April 2013   16:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:47 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Perahu Kertas, film gubahannya Hanung Bramantyo dengan naskah buatan Dee. Perahu Kertas, terbagi jadi dua seri. Aku menonton keduanya. Bagiku, perahu kertas didominasi oleh pergulatan yang umumnya dihadapi oleh kalangan muda belia, percintaan dan menemukan tujuan hidup. Kedua seri ini menggambarkan bahwa mereka tidak mudah untuk meraih keduanya. Ada pilihan-pilihan yang harus diambil dan masing-masing pilihan itu mengandung risiko pada sisi kehidupan lainnya.

Tapi, pada akhirnya Keenan dan Kugy berakhir pada kebahagiaan. Tentu saja, kebahagiaan menurut perspektif umum. Aku secara pribadi, menyukai akhir cerita yang bahagia. Kenapa? Karena membawa harapan bagi realitas kita sendiri. Seperti yang disampaikan Kugy, dalam pemikiran sang penulis cerita. Bahwa ia akan terus membuat dongeng yang mendorong para pembacanya menghidupi mimpi dan meyakini bahwa mimpi itu akan menjadi kenyataan.

Terlepas dari kisah Perahu Kertas, Kugy dan Keenan yang menguatkan pesan untuk bermimpi, ada hal-hal yang juga perlu dipelajari dan diterapkan dalam realitas hidup sehari-hari. Pertama, jujur pada diri sendiri harus ditindaklanjuti dengan dialog. Menurutku, dialoglah yang membuat peluang-peluang kemungkinan dimana impian mampu bergeser jadi kenyataan. Bahkan perahu-perahu kertas yang dibuat Kugy adalah manifestasi dari dialog yang dibangun dengan semesta, atas pertanyaan dan kegelisahan manusiawi Kugy. Coba tilik kembali dialog antara Kugy dan Keenan mengenai perasaan masing-masing, dialog Keenan dan ayahnya, juga Pak Wayan dengan ibundanya Keenan. Menurutku, realitas kehidupan, demikian pergerakannya. Dialog antara Kugy dan Keenan memperdebatkan tentang pilihan mana yang lebih baik bagi relasi mereka, membuat mereka mengambil keputusan yang senyatanya bertentangan dengan impian hati. Tapi, berkat pernah adanya dialog itupula, realitas yang mereka harapkan terjadi setelah untaian waktu yang penuh dengan keniscayaan. Disebut keniscayaan, karena ketepatan waktu reflektif bagi Luhde mengapa bersamaan dengan Remy? Suatu yang jarang terjadi di perahu hidup yang nyata, tapi tetap saja mungkin. Dialog antara ayah Keenan dan Keenan, dengan mudah menemukan perdamaian dan titik solutif. Tetapi, inilah dialog kusebut tuntas, yang memberikan kenyataan paling membahagiakan bagi kedua belah pihak. Memang bukan menjadi harapan bagi ayahnya Keenan, bahwa Keenan menjadi seorang pelukis. Tetapi ayah Keenan punya waktu untuk merenungkan makna kebahagiaan yang sejati baginya, hingga ia menemukan bahwa makna itu adalah bukan semata-mata kepenuhan dirinya. Melainkan dengan memberi kebahagiaan bagi anaknya adalah kebahagiaan bagi dirinya, sendiri. Maka, seketika dialog dibangun, frekuensi pun terbangun, sehingga solusilah yang muncul secara tepat. Berbeda lagi dengan gambaran dialog antara Lena dan Pak Wayan, diantara mereka tak ada nuansa pembebasan atau rasa damai atas konflik batin yang telah sedemikian lama terjadi. Dialog telah lama ditunda. Kejujuran hati yang disimpan rapat-rapat untuk diri sendiri, dengan segala ketakutan akan realitas pahit yang mereka yakini akan terjadi.Padahal, sekali lagi kebahagiaan sejati bukanlah perspektif umum dimana masyarakat membentuk prosesi pernikahan sebagai puncak. Itulah, maka kusebut kejujuran hati dan dialog mampu menggerakkan mimpi kita menjadi kenyataan.

Sama saja dengan realisasi cita-cita. Aku lebih mempercayai bahwa jalan penemuannya akan seperti yang dihadapi Keenan ketimbang Kugy. Keenan mengorbankan kedekatan relasi dengan keluarganya secara ekstrim lalu berjuang melatih penemuan diri, dari waktu ke waktu. Sampai pada waktu dimana kapasitasnya diakui sesuai perkembangan saat itu. Sementara Kugy terpaksa larut dalam permintaan kebutuhan hidup pada umumnya, lalu secara kebetulan dipertemukan kembali dengan passionnya ketika bertemu dengan Keenan lagi. Yang sulit aku percayai dalam kenyataan hidup adalah bentuk kebetulan-kebetulan semacam itu. Aku meyakini selama tidak ada upaya dan laithan diri, selamanya pula tidak akan ada kesempatan. Banyak memang yang lebih memilih jalan kedua, tidak seterjal jalan yang pertama. Biasanya, karena kita membutuhkan jembatan-jembatan untuk lebih mudah menemukan apresiasi bagi diri kita, atau terhimpit pada realitas yang lain.

Banyak orang tak terkecuali diriku sendiri, tidak mudah menemukan dimana passion nya pada suatu hal yang ingin dikontribusikan bagi kehidupan sekitar. Bagi Kugy dan Keenan, itu sudah ditemukan dengan mudahnya, mereka bisa merasakan bakat dalam diri mereka. Tapi, bisa merasakan atau tidak bakat diri, merealisasikan hasrat berkarya itu butuh pengorbanan. Itu yang lebih aku yakini. Jika saat ini kita tidak berada di ruang yang sesuai dengan passion kita, maka pengorbanan waktu adalah salah satu jawabannya. Waktu untuk belajar dan berlatih diambil dari sekian jam setelah kita berjibaku pada pilihan yang tak melulu sejalan dengan hati. Berdialog dan berjuang dalam penemuan diri adalah ajaran Perahu Kertas untuk mengarungi Perahu Kehidupan. *devi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun