Mohon tunggu...
Catharina Devi
Catharina Devi Mohon Tunggu... -

reach our dream, water of life

Selanjutnya

Tutup

Nature

Nabung Pohon, Masa Depan Segala Anak Bangsa

14 Mei 2013   21:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:34 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ajakan dalam gambar ini dibuat oleh seorang anak di perpustakaan tempatku berkarya. Membacanya, membuatku tersentuh. Bisa jadi ini reaksi kerinduan akan lingkungan yang asri dan memberi perlindungan padanya. Dimana ia hidup adalah perkampungan padat, dekat pusat perindustrian terbesar Surabaya. Letaknya bersebelahan dengan tempatku berkarya. Kampung ini dipadati manusia dari berbagai daerah, mereka mengadu peruntungan hidup dengan menjadi buruh pabrik. Ada pula yang berdagang. Lingkungan padat ini, berubah sejak tiga puluh tahun silam. Dulu,  penuh dengan pepohonan rindang, juga dialiri sungai yang jernih dan banyak ikannya. Anak-anak punya ruang luas untuk bermain dan mengeksplorasi apapun di alam itu. Sekarang, itu semua tinggal cerita. Kampung yang semula hijau menyejukkan telah menjadi suram tak berdaya. Padat oleh petak-petak kos yang berukuran 3 x 4 m2, dimuati satu keluarga berisi tiga sampai lima orang. Petak-petak kos itu dulunya areal sawah dan ladang yang menghasilkan beras, aneka sayur juga buah melon. Sungainya kini, tak mungkin ada seekor ikan pun. Segala jenis kotoran, tak terkecuali  busa tempat tidur, melimpah ruah di sungai itu. Buat seorang anak, ia tak punya pilihan ketika lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang sedemikian. Lingkungan yang bersih dan hijau menjadi kenangan belaka, sehingga suatu saat ia berhak bertanya “Apakah ini yang sedang diperjuangkan orang dewasa untuk masa depanku?” Ia telah memperjuangkan perlindungan masa depan sesama anak,  melalui gambarnya itu.

Pohon itu makhluk ajaib, tak banyak bicara tapi banyak berkarya. Sebagian besar hidup pohon digunakan untuk berbagi pada makhluk hidup yang lain. Berbeda dengan manusia yang seringkali lupa tentang makna berbagi. Ia membagikan udara bersih, membagikan buahnya, membagikan daun dan batangnya. Ada yang untuk dimakan dan ada pula yang bermanfaat sebagai obat. Belum lagi ungkapan berbagi pohon dengan melindungi tanah melalui akar-akarnya yang menjalar dan mengikat. Sehingga keberadaannya memberi jaminan sumber air, dan kita yang tinggal di bumi dijaga dari kelongsoran, oleh akar-akarnya yang kuat.

Menanam pohon adalah ungkapan pemberian dan perlindungan kita, bagi bumi ini juga bagi bocah-bocah yang akan hidup di masa yang akan datang. Kita hanya perlu memulainya segera dan dimulai dari diri sendiri. Pengalamanku bertanam juga  diiringi dengan pengolahan sampah.  Tanamanku tak perlu menderita ketergantungan pada asupan kimiawi yang semakin memberi beban pengeluaran, harus beli dan beli. Kompos cukup untuk menyuburkan tanaman-tanamanku. Mudah saja prinsip kompos ini, dari alam kembali ke alam. Aku menggunakan keranjang pengomposan yang super mudah dan efektif mengurai sampah-sampah organik yang kuhasilkan. Nama keranjang itu Takakura Home Method. Sejauh aku menggunakannya, persoalan sampah yang bau dan kotor tak lagi menyulitkanku. Kompos yang dihasilkannya, telah membantuku menyuburkan tanaman-tanaman di pekarangan kecilku. Suatu langkah kecil memang, tapi paling tidak aku sudah berkontribusi bagi kebersihan udara dan lingkungan hidup terkecilku. Perubahan sikap hidup yang semacam ini telah banyak dimulai oleh berbagai komunitas di Indonesia, dan perlahan akan kian meluas.

Menanam pohon, investasi kehidupan.  Bagi siapapun yang mencintai pohon, bertanam dan merawatnya dengan baik, akan menjadi tabungan jangka panjang. Kita akan menuai apa yang telah kita investasikan sejak sekarang. Bahkan bukan saja bagi keuntungan pribadi, melainkan kolektif. Semakin banyak pohon yang kita tanam, maka semakin banyak pula manusia yang akan selamat. Pertama, tabungan keseimbangan alam, lebih harmonis. Artinya,  alam tak lagi menunjukkan gejala-gejala bencana. Kedua, tabungan kesehatan manusia. Artinya, kehidupan manusia di alam yang lebih sehat akan memberi kualitas kesehatan diri yang optimal. Berbagai penyakit cenderung menjauh. Apalagi kontinuitas memelihara pohon, juga memberi suplai energi positif bagi pemeliharanya. Kita sebagai manusia dididik tentang bagaimana mencintai dan merawat dengan kesungguhan, membuahkan rasa damai dalam diri. Itulah tabungan ketiga. Tabungan keempat adalah ketika pohon yang kita rawat juga diarahkan pada wirausaha. Tentunya menjadi sumber penghasilan yang menyejahterakan keluarga, tapi sekali lagi dengan tak menanggalkan prinsip dari alam kembali ke alam. Tabungan kelima, ketika bertanam pohon dilakukan bersama-sama dengan anggota komunitas, maka menjadi investasi sosial. Menambah persahabatan, persaudaraan atau solidaritas. Tabungaan keenam, usia bumi ini. Ancaman pemanasan global bukan isapan jempol belaka, itu realitas yang harus dihadapi oleh seluruh manusia di bumi, tanpa terkecuali. Semua memiliki kemungkinan menerima imbasnya. Maka, tabungan yang satu ini juga mendorong terjadinya tabungan ketujuh, yaitu masa depan anak-anak segala bangsa. Maka, Nabung Pohon Yuk!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun