Mohon tunggu...
Catherin YMT
Catherin YMT Mohon Tunggu... Bankir - Female

An INFP Woman*Chocoholic*Pink Lover*Potterhead*Book Worm* Central Banker - Economic Analyst Email: catherinymt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Budaya Ketergesaan yang Mengikis Kebahagiaan

4 Januari 2024   22:22 Diperbarui: 4 Januari 2024   22:34 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekerjaan saya yang banyak bersentuhan dengan data membuat saya jadi suka membaca infografis yang sering menampilkan data statistik. Mulai dari hal serius seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi, sampai data yang "ringan" seperti makanan terenak di dunia.

Beberapa waktu lalu saya melihat sebuah infografis yang memuat daftar negara-negara paling bahagia di dunia. Seperti yang udah kita tau, negara-negara yang menduduki posisi teratas selalu Finlandia, Canada, Denmark, Swiss dan negara-negara Nordic lainnya. Dari gambar itu saya tentu saja penasaran untuk melihat kebalikannya. Negara paling tidak bahagia di dunia. Saya menemukan negara-negara yang tengah berkonflik, perang, atau miskin ada di daftar teratas. Yang mayoritas memang ada di benua Afrika. 

Yang menarik ternyata ada negara-negara maju dan kaya menduduki peringkat tinggi di daftar tidak bahagia ini. Bahkan untuk data tingkat depresi dan bunuh diri menunjuk negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang di urutan teratas. Kenapa demikian?

Rasa penasaran membuat saya mengulik lebih dalam lagi tentang ini. Saya menemukan budaya ppalli ppalli di masyarakat Korea Selatan, dan gaya hidup hygge di masyarakat Denmark. Kedua kultur itu sungguh kontras. Ppalli Ppalli sesuai namanya yang artinya cepat-cepat adalah budaya serba tergesa-gesa yang mengakar di masyarakat Korea. Keinginan untuk maju yang sangat tinggi membuat mereka terbiasa serba cepat. Makan cepat, kerja cepat, jalan cepat sudah jadi bagian dari keseharian mereka. Sepertinya kalau lambat sedikit saja mereka akan ketinggalan.

Budaya ppalli ppalli juga oleh banyak pihak dianggap sebagai kunci sukses Korea Selatan bisa keluar dari jebakan middle income trap dan secara cepat berubah menjadi negara maju. Produk hasil industri teknologi mereka, bahkan budaya korean wave berhasil mereka tularkan ke seluruh dunia. Tentu saja ini membuat mereka menjadi negara kaya secara ekonomi.

Sebaliknya gaya hidup hygge yang dianut oleh masyarakat Denmark malah lebih berkonsep slow living. Atau agar semakin kontras dengan sebelumnya, kita bisa menyebutnya gaya hidup"pelan-pelan". Gaya hidup ini menekankan kenyamanan. Menikmati momen. Ga grasa grusu. Hygge digambarkan dengan sebuah suasana yang hangat, nyaman, temaram, dan teduh.

Budaya ppalli ppalli telah mengantarkan Korea Selatan sebagai negara maju, namun ternyata mengantarkan mereka juga memuncaki statistik tingkat depresi dan bunuh diri. Jika kekayaan dan kehebatan teknologi adalah kunci kebahagiaan, mengapa justru negara-negara hygge yang suka pelan-pelan lah yang paling bahagia.

Perenunganku tentang ini menjadi semakin dalam ketika seorang teman membuka pembicaraan di satu kesempatan ngobrol. Teman lamaku ini agaknya cukup berubah dari dia yang aku kenal dulu. Entah apa yang terjadi, tapi sekarang dia berubah sangat ambisius. Semuanya harus cepat, harus sempurna, jangan sampai tertinggal karena dunia ini bergerak maju dengan cepat. Dimatanya kesuksesan adalah kepintaran, mampu bersaing, kinerja tinggi, imbal hasil yang memuaskan secara nominal. Alhasil dia selalu cemas dan khawatir apabila kenyataan tidak sesuai yang dia rencanakan dan targetkan.

Setelah obrolan itu saya jadi berpikir, apa definisi sukses itu sebenarnya. Jika kamu pintar, kaya raya, terkenal, tapi depresi dan ingin bunuh diri apa bisa dikatakan sukses. Atau kesuksesan sesederhana hidup yang tenang, menikmati momen walaupun ga kaya-kaya amat atau ga pinter-pinter amat.

Sepertinya statistik-statistik tadi sudah menggambarkan apa definisi kesuksesan yang sesungguhnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun