Setelah melakukan beberapa kali persidangan, majelis hakim MK rencananya akan membacakan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres, pada Kamis, 27 Juni nanti.
Kejadian ini seperti de javu bagi saya, karena membuat saya mengenang kembali peristiwa yang sama sekitar  lima tahun yang lalu, tepatnya pada Kamis, 21 Agustus 2014. Sidang putusan MK saat itu memutuskan menolak seluruh gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Tepat 4 hari setelah peringatan HUT RI yang ke-69, saat itu terjadi demonstrasi massa pendukung pasangan Prabowo-Hatta yang tidak terima dengab putusan tersebut. Masih segar di ingatan saya bagaimana situasi yang tadinya berjalan normal, tiba-tiba saja berubah rusuh.
Terjadi bentrokan antara massa dengan petugas keamanan yang terpusat di sekitar bundaran patung kuda, tepat di depan kantor kami. Hampir semua pusat perbelanjaan memilih untuk menutup tokonya karena takut terkena imbas kerusuhan. Perkantoran yang ada di sekitar jalan M.H.Thamrin juga memilih untuk memulangkan karyawan mereka.
Suara letusan dan asap dari gas air mata, serta pemandangan orang-orang yang berlarian membuat suasana siang itu menjadi kacau. Kami saat itu memilih diam di dalam ruangan kantor, berusaha tenang sambil tetap mengerjakan pekerjaan seperti biasa. Sesekali tetap melongok ke jendela untuk melihat situasi di jalanan. Tidak seorangpun yang diijinkan untuk keluar, karena kerusuhan terjadi tepat di depan gerbang.
Untunglah situasi saat itu akhirnya berhasil dikendalikan oleh aparat keamanan, sehingga saya ingat saat itu kami bisa pulang ke rumah dengan aman pada sore harinya.
Kembali ke saat ini, kemarin kita juga sempat membaca berita tentang "aksi super damai" yang rencananya akan dilakukan oleh kelompok pendukung paslon 02 saat sidang pembacaan putusan MK nanti.Â
Entah kenapa saya merasa ragu bahwa aksi itu tidak akan berjalan dengan super damai seperti yang dijanjikan. Karena saya sudah melihat sendiri bagaimana kondisi yang tadinya sangat tenang, tiba-tiba berubah menjadi kacau balau karena ulah sekelompok massa yang tidak puas dan memutuskan untuk meluapkannya di jalanan.
Tindakan seperti itu biasanya dilakukan oleh orang yang marah dan putus asa, sehingga tidak lagi dapat berpikir secara jernih. Mirip seperti anak kecil yang mengamuk dan menangis meraung-raung kalau permintaannya tidak dituruti. Jika sudah begitu, sulit bagi kita untuk memandang mereka sebagai orang dewasa yang seharusnya mampu menahan diri.
Karena itu saya mendukung langkah kepolisian yang menolak memberi izin untuk melakukan aksi super damai itu, apapun alasan yang dipakai untuk menutupi maksud sebenarnya.Â
Marah boleh, merasa kecewa dantidak puas juga silakan, tapi jangan jadikan tempat umum sebagai panggung untuk mempertontonkan kemarahanmu. Karena itu merugikan orang lain.