Kemudahan akses informasi yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi memberikan dampak besar diseluruh bidang sains maupun sosial. Kini, setiap orang dapat berkomunikasi, memperoleh berita, sampai dengan melihat belahan dunia lain tanpa harus berkunjung secara langsung. Namun seluruh kemudahan akses ini juga membawa dampak negatif, salah satunya yaitu permasalahan orisinalitas pada hasil karya perancangan.
Menurut KBBI, orisinalitas dapat diartikan sebagai keaslian dan/atau ketulenan1. Dalam usaha melindungi otensitas karya arsitektur, pada tahun 1990 dibuatlah Architectural Works Copyright Act (AWCPA)2. Pada hukum tersebut tertuliskan poin-poin perlindungan terhadap karya arsitektur yang meliputi segala jenis media representasi karya arsitektur, mulai dari gambar kerja, model tiga dimensi, sampai dengan model digital yang merepresentasikan ide desain karya tersebut. Akan tetapi, apakah orisinalitas arsitektur hanya sebatas pada copyright/perlindungan hak cipta?
Orisinalitas atau keaslian sebuah ide dalam arsitektur memiliki makna yang sulit untuk didefinisikan dan diukur. Sebuah desain pada dasarnya terbentuk serta memiliki unsur dari 'hal-hal lazim' yang ada pada desain sebelumnya. Bahkan, prinsip-prinsip desain yang berada pada suatu era berakar dari era sebelumnya. Colin Rowe dalam essaynya "The Mathematics of The Ideal Villa" membenarkan pernyataan tersebut.Â
Pada essay tersebut, Rowe membandingkan Villa Garche karya Le Corbusier yang didesain pada tahun 1927 dengan Villa Malcontena karya Palladio pada tahun 1558 3. Terbukti antara keduanya memiliki berbagai kemiripan, salah satunya dalam pola grid yang diterapkan pada keduanya. Lalu apakah dengan demikian karya Le Corbusier dapat dikatakan tidak orisinil? Dalam realitanya, Le Corbusier justru dianggap sebagai salah satu pelopor aristektur era modern yang tentunya berdasar pada keorisinalitasan ide rancangannya. Selanjutnya, bagaimana dengan tipologi desain yang menyajikan 'template' sesuai dengan kebutuhan desainnya?
Melihat peluang ini, brand furniture terkemuka mulai memberikan kesempatan bagi calon pembelinya untuk merancang sendiri ruangnya melalui aplikasi virtual. Layaknya program 'ramah pengguna' aplikasi ini menyediakan template berupa furniture yang dijual oleh brand tersebut untuk disusun sesuai dengan keinginan calon pembeli.
Dalam visualisasi desainnya, situs desain ini memberikan mode denah 2D dan perspektif untuk visualisasi 3Dnya, sehingga pembeli dapat melihat secara 'nyata' hasil penyusunan template furniture. Melalui kasus ini, dapat dilihat bahwa setiap perubahan komposisi furniture menghasilkan karya yang baru dan tentunya tidak melanggar aspek legal dalam originalitas.
Ironinya, metode penyusunan 'template' ini sering kali kita jumpai di ranah perancangan. Bukan suatu hal yang asing ketika muncul pernyataan bahwa arsitektur masa kini hanya sekedar pengulangan bentuk dari sebuah desain yang sudah ada tanpa mempedulikan latar belakang desain tersebut, baik secara metode maupun konteks. Lantas, di manakah letak perbedaan antara arsitek maupun desainer dengan 'orang awam' dalam merancang ketika metode yang digunakan hanya sebatas 'copycat' susunan bentuk-bentuk yang 'menarik' baginya?
Ketika kembali kepada pertanyaan definisi orisinalitas dan seberapa penting orisinalitas tersebut, penulis berpendapat bahwa orisinalitas adalah ketika sebuah prinsip desain dapat didorong sampai kepada batasnya sehingga menghasilkan suatu ide baru dalam sebuah desain. Seperti yang dikatakan oleh Colin Rowe mengenai karya Le Corbusier dan Palladio, "become the source of innumerable pastiches and of tediously amusing exhibition techniques; but it is the magnificently realized quality of the originals which one rarely finds in the works of neo-Palladians and exponents of 'le style Corbu."Â
Dengan demikian, saat sebuah desain merujuk pada prinsip desain terdahulunya dan/atau menggunakan 'template'yang ada, bukanlah sesuatu yang salah atau tidak orisinil. Bagian yang terpenting adalah ketika desain tersebut diterapkan sesuai dengan konteksnya, baik fisik maupun non-fisik, serta memberikan creditsbagi pencetus ide yang mana terinspirasi darinya sebagai wujud apresiasi terhadap hasil pemikirannya.Â