Mohon tunggu...
MS. Fitriansyah
MS. Fitriansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa yang gagal cumlaude

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yogyakarta dan Perubahan Sosialnya

12 Maret 2018   08:04 Diperbarui: 12 Maret 2018   08:13 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Sebuah diskusi menarik Senin kemarin digelar di Togamas Affandi. Bertajuk "Diskusi dan Bedah Buku Perubahan Sosial di Yogyakarta," ketika saya tiba sekitar pukul 7 peserta sudah lumayan ramai. Walau diskusi benar-benar baru dimulai menjelang pukul 8.

"Perubahan Sosial di Yogyakarta" adalah buku yang ditulis Selo Sumardjan yang dikenal sebagai bapak Sosiologi Indonesia. Namanya pun tak asing bagi masyarakat Yogya sebab ia pernah dipercaya sebagai pegawai Kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Elanto Wijoyono (Warga Berdaya Yogyakarta) pertama dari ketiga pembicara mencoba 'membaca' buku Selo dengan realitas yang ada di Yogya saat ini. Elanto menghubungkan situasi di mana ruang-ruang diskusi di Yogya kini semakin dipersempit. Menurutnya hal tersebut sangat kontradiktif dengan predikat yang ada di Yogya.

Elanto mengambil sebuah contoh belum lama ini pernah ada diskusi pameran yang merespon isu Kulon Progo, kemudian tiba-tiba diminta untuk dihentikan. Sebabnya "sepele" walaupun untuk konteks kita menjadi sangat serius karena diskusi itu akan ditengarai isu-isu masalah yang tidak pro dengan pembangunan.

Menurut Elanto, buku ini mencoba mengungkap atau membaca bagaimana perubahan dari era-era yang berbeda dari masa kolonial Hindia Belanda, revolusi, sempat ada Jepang disitu masuk. Kemudian ketika Indonesia yang masih muda mencoba untuk hidup dan secara khusus apa yang terjadi di Yogya ini.

Lebih lanjut, Elanto mengungkapkan bahwa untuk menjustifikiasi apakah sudah terjadi perubahan sosial atau tidak bisa membacanya dengan dua pendekatan yaitu pendekatan sosiologi perkotaan dan sosiologi pedesaan. "Ketika kita menggunkan contoh kasus dua pendekatan tersebut kita nanti pasti akan bertemu dengan diskursus yang selama ini juga cukup mengemuka tentang ekonomi antara desa dan kota," ungkapnya.

**

Antusiasme diungkapkan Anna Marsiana (Stube Hemat). Melihat peserta yang notabene masih relatif muda menumbuhkan harapan baru ketika ruang-ruang berdiskusi di Yogya semakin sempit. Diskusi malam kemarin seperti memberikan darah segar kepada Anna. "Meskipun saya sepakat dengan mas Elanto bahwa kita mesti siap-siap, karena ruang itu kalau menurut pengamatan saya 4-5 tahun terakhir ini makin nyesek," ungkapnya.

Berbicara Yogya tempo dulu, Anna mencoba menghadirkan buku yang ia pegang. Buku "Kota Yogyakarta Tempo Dulu" yang melakukan riset pada 1880-1930. " Ketika membaca buku ini saya disuatu sisi diajak menelusuri lorong-lorong kota Yogya. Nah, kota ini nanti kita sedikit perluas bukan sebagai satu kawasan administrasi yang dibatasi dengan berbagai tatanannya, tetapi lebih ke sebuah proses dinamis pertemuan antar berbagai aspek elemen, komunitas dan juga lembaga," ungkapnya.

Anna mengatakan menelusri lorong-lorong tersebut ia seperti bercermin bagaimana Yogya diakhir abad 19 masuk ke abad 20 itu telah menumbuhkan akar-akar tentang semangat pembaruan yg luar biasa. Namun, kata Anna, 4-5 tahun terakhir ruang seperti ini mulai nyesek. rasanya lebih nyesek lagi bahwa itu ada di Yogya.

Ketika kembali pada pembahasan buku Selo Sumardjan, Anna mengungkapkan tiga aspek yang perlu diperhatikan ketika membaca buku ini. Pertama, membacanya dari aspek sejarah. Menariknya menurut pengakuannya ia tidak bahkan membenci sejarah, "Karena mengajarnya ya gitu-gitu saja tentang tahun-tahun, angka-angka, peristiwa apa yg terjadi saya tidak menemukan makna. "Namun Anna mengakui penyesalannya baru memahami apa arti sejarah ketika sudah selesai kuliah, lalu bertemu langsung dengan masyarakat. Pada aspek ini Anna mencoba menegaskan bahwa membaca buku ini penting dari persefektif sejarah untuk bercermin dari masa lalu dan melihat perjalanan apakah masa sekarang ini kita mengalami kemajuan atau justru kemunduran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun