Akhir-akhir ini kasus yang melibatkan anak-anak sedang hangat diperbincangkan. Baik melalui media cetak maupun media elektronik. Kasus yang sedang gencar diberitakan adalah kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur. Berbagai kasus seksual terhadap anak satu per satu mulai terkuak. Kasus tersebut terjadi diberbagai daerah Indonesia.Kasus yang menyedot banyak perhatian adalah kasus pemerkosaan yang dilakukan 14 ABG terhadap siswi SMP di Bengkulu. Kasus tersebut terungkap diikuti dengan beberapa kasus yang sama dan di daerah yang berbeda. Menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak, pada awal 2016 sebanyak 48 persen kasus kekerasan seksual dari 339 laporan yang masuk. Kasus tersebut 16 persen dilakukan oleh anak dibawah 17 tahun. Kejahatan seksual terhadap anak seakan menguncang Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Kasus tersebut mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Jokowi. Dalam jumpa pers beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi sempat mengatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak masuk dalam kategori kejahatan luar biasa. Dan juga diperlukan penanganan yang luar biasa.
Di era milenium pengaruh media tidak dapat dihindari. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pola pikir anak adalah tayangan telivisi. Dewasa ini kita dipertontonkan dengan tayangan-tayangan yang tidak mendidik. Seperti tayangan yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, rasisme dan kisah percintaan sering muncul di televisi. Imbasnya anak akan dipaksa dewasa sebelum umurnya melalui tayangan tersebut. Alih-alih sadar, tayangan-tayangan tersebut justru bertambah, bak jamur di musim hujan. Tayangan tersebut dibuat sedemikin rupa agar penonton mudah tertarik. Salah satu cara untuk menyedot banyak penonton, acara yang dibuat menggunakan jasa artis ternama dan alur ceritanya tidak jauh dari sisi kehidupan sang artis. Alhasil, rating suatu acara televisi itu pun naik. Dengan rating yang tinggi tersebut diharapkan banyak menarik iklan untuk singgah. Memberikan pemasukan lebih bagi suatu stasiun televisi. Namun mereka tidak memperhatikan atau justru mengabaikan dampak dari tayangan yang tidak bermutu bagi penontonnya.
Tayangan yang tidak mendidik secara tidak langsung akan mempengaruhi psikologi anak. Anak cenderung akan meniru apa yang mereka lihat. Sehingga mereka mencoba untuk mempraktekannya. Contohnya anak yang menonton tayangan WWE yang mengandung unsur kekerasan membuat anak terangsang untuk mencoba ikut melakukan bersama temannya. Sinetron yang mempertontonkan kisah percintaan muda-mudi masa kini, sekarang sudah banyak ditiru siswa-siswi sekolah dasar. Dan masih banyal lagi tayangan yang sebenarnya tak layak untuk dikonsumsi masyarakat terutama anak dibawah umur.
Anak sebagai generasi penerus bangsa seharusnya diberikan perhatian khusus. Televisi yang notabene adalah media hiburan rakyat, kini telah beralih menjadi media komersial. Televisi dijadikan media untuk meraup keuntungan semata. Tetapi tidak ada esensi yang didapatkan masyarakat dari tayangan tersebut. Masyarakat dipaksa mengkonsumsi tayangan-tayangan yang tidak mendidik. Mulai saat ini orang tua hendaknya sadar akan tayangan televisi yang membahayakan anak mereka. Orang tua harus cerdas memilih tayangan untuk putra putrinya. Agar anak tersebut terhindar dari tayangan negatif, maka perlu pendampingan dari orang tua. Pendampingan serta pengawasan sangat penting untuk mengontrol kegiatan anak. Mengingat perilaku anak yang masih perlu diberi pengarahan dan bimbingan langsung.
Kebijakan yang juga perlu diambil orang tua adalah membuat jadwal belajar untukl anaknya. Jadwal belajar yang dibuat dimaksudkan untuk membatasi jam bermain anak. Sehingga tidak melupakan kewajiban utamanya, yaitu belajar. Jika waktu dapat terkelola dengan baik, maka anak akan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas segala bentuk tayangan di televisi Indonesia. Dengan slogan ‘mewujudkan penyiaran yang sehat dan bermanfaat”, KPI seharusnya menjadi menyeleksi tayangan-tayangan yang layak bagi masyarakat. Agar televisi benar-benar menjadi sebuah hiburan yang berisi wawasan. Bukan sekedar hiburan yang membuat generasi bangsa mati suri. Namun apa yang diharapkan masyarakat belum terealisasi dengan baik. Masih banyak acara televisi yang tidak layak untuk ditayangkan. Jika pihak KPI saja tidak mampu mengelola penyiaran yang baik untuk masyarakat, maka kasus-kasus seperti diatas akan semakin marak terjadi. Untuk itu perlu adanya penyaringan ketat terhadap tayangan sebuah acara televisi. Agar masyarakat tidak khawatir dengan tayangan yang membahayakan anak mereka.
Generasi masa depan Indonesia akan rusak apabila berbagai tayangan negatif terus bergentayangan dihadapan mereka. Tinggal menunggu waktu saja untuk melihat perilaku menyimpang lain anak-anak zaman sekarang. Jika tak ada perubahan di dunia pertelevisian Indonesia dalam waktu dekat, maka generasi Indonesia akan dirusak secara mental dan moral. Pemerintah dan orang tua seharusnya menyadari hal tersebut. Untuk membangun mental anak bangsa, perlu adanya tontonan yang edukatif bagi anak-anak. Sehingga sedari dini merek sudah diberi pemahaman melalui tayangan yang mengandung unsur positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H