Mohon tunggu...
Sovie Idayanti
Sovie Idayanti Mohon Tunggu... -

-UIN Maulana Malik Ibrahim Malang\r\n-PGMI (Pend Guru MI)\r\n\r\n- العِلْمُ بِلا عَمَلٍ كَالشَّجَرِ بِلا ثَمَرٍ -\r\n\r\nKeep Smile and Go a Head :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konsep Stimulus-Respon E.L Thorndike

30 April 2014   23:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:00 3616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Siapa E.L Thorndike?

Edward L. Thorndike adalah salah satu tokoh penggagas teori behavioristik. Teori Behavioristik pada awalnya dicetuskan oleh Gagne dan Berliner. Teori ini membahas tentang sebuah perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh sebuah pengalaman yang diulang-ulang (kebiasaan).

Thorndike adalah seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940)

Bagaimana Teori Belajar menurut Thorndike?

Teori belajar menurut Thorndike, adalah sebuah proses interaksi antara stimulus dan respon. Thorndike memplokamirkan teorinya dalam belajar ia mengungkapkan bahwasanya setiap makhluk hidup itu dalam tingkah lakunya merupakan hubungan antara stimulus dan respon. Teori ini disebut juga teori koneksionisme. Stimulus adalah segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan / tindakan

Belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya. Dalam artian dengan adanya stimulus itu maka diharapkan timbulah respon yang maksimal. Dalam teori ini, orang yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini merupakan orang yang berhasil dalam belajar. Adapun cara untuk membentuk hubungan stimulus dan respon ini dilakukan dengan ulangan-ulangan.

Pada awalnya, Thorndke ingin meneliti apakah binatang mampu memecahkan masalah dengan menggunakan akalnya. Oleh karena itu, objek penelitiannya sudah tentu menggunakan binatang. Binatang yang digunakan Thorndike dalam penelitiannya antara lain anak ayam, anjing, ikan, kucing dan kera. Tetapi dalam teori ini, penelitiannya yang terkenal adalah penelitian menggunakan seekor kucing.

Dalam peneliannya, binatang-binatang tersebut dikurung dalam kandang dan tidak diberi makan. Untuk mendapatkan makanannya, binatang-binatang tersebut diharuskan keluar dari kandang dengan cara-cara tertentu. Pada saat dikurung, tentunya binatang-binatang itu melakukan sebuah tindakan mencakar, mengaum, menggigit, menggapai dan bahkan memegang / mengais dinding kandang hingga akhirnya ia menjatuhkan beban dan kemudian pintu terbuka. Pengurungan dilakukan berulang-ulang untuk mengurangi frekuensi binatang-binatang tersebut mencakar atau menggigit.

Percobaan yang terkenal adalah percobaan menggunakan seekor kucing. Kucing sengaja dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makananPercobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah.

Teori ini kemudian dipakai dalam teori pembelajaran, yaitu pada awalnya seseorang akan melakukan percobaan-percobaan dan kesalahan-kesalahan yang akan menjadikan mereka mengerti dan paham. (kesalahan sebagai stimulus dan mengerti atau faham sebagai respon).

Dari hasil penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respon untuk keluar kandang secara bertahap diasosiasikan dengan suatu situasi yang menampilkan stimulus dalam suatu proses coba-coba (“trial and error”). Respon yang benar secara bertahap diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sementara respon yang tidak benar melemah atau menghilang. Teori Connectionism Thorndike ini juga dikenal dengan nama “Instrumental Conditioning”, karena respon tertentu akan dipilih sebagai instrumen dalam memperoleh “reward” atau hasil yang memuaskan.

Thorndike mengemukakan tiga dalil tentang belajar, yaitu :

1.Law Of Effect (Dalil / Hukum Sebab Akibat)

Dalil / hukum ini menunjukkan kuat lemahnya hubungan stimulus dan respon tergantung kepada akibat yang ditimbulkan. Apabila respon yang ditimbulkan mendatangkan kesenangan, maka respon tersebut akan dipertahankan atau diulang ; sebaliknya jika respon yang ditimbulkan adalah hal yang tidak menyenangkan, maka respon tersebut dihentikan atau tidak diulang lagi.

2.Law Of Exercise (Dalil / Hukum Latihan Atau Pembiasaan)

Dalil / hukum ini menunjukkan bahwa stimulus dan respon akan semakin kuat manakala terus menerus dilatih atau diulang ; sebaliknya hubungan stimulus dan respon akan semakin melemah jika tidak pernah dilatih atau dilakukan pengulangan.

3.Law Of Readiness (Dalil / Hukum Kesiapan)

Menurut dalil / hukum ini, hubungan antara stimulus dan respon akan mudah terbentuk manakala ada kesiapan dalam diri individu. Jika seorang ada kesiapan untuk merespon atau bertindak, maka tindakan yang dilakukan akan memberi kepuasan dan mengakibatkan orang tersebut untuk tidak melakukan tindakan-tindakan lain

Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:

a.Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)

Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b.Hukum Sikap ( Set/ Attitude)

Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.

c.Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element)

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).

d.Hukum Respon by Analogy

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.

e.Hukum Perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)

Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Thorndike

Kelebihan Teori Thorndike

Kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan anak untuk berfikir linier. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa anak menuju atau mencapai target tertentu.

Kekurangan Teori Thorndike

Teori ini sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.

Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.

Teori ini cenderung menyamakan hewan dengan manusia yang pada hakikatnya mereka adalah dua makhluk yang berbeda, manusia secara lahiriyah sudah diberi kemampuan berfikir dengan akal sedangkan hewan tidak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun