Di landa kepedihan, diangkasa pilu
Melayanglah suara lara dalam bahasa maju
Rerumputan rindu bertabur kenangan
Membakar jiwa, menghunjamkan duri-duri sang pengangan
Di samudera duka, ombak berdebar
Hujan pilu menari di atas rerumputan hati yang gersang
Air mata mengalir, mengurai kisah yang pilu
Seperti burung terbang, mencari pelita di langit kelam yang biru
Telinga semilir kesedihan, bisikan yang membelai
Menari dengan gairah, menjadi pena dalam kisah pilu yang terukir
Namun mengapa, oh, mengapa?
Di ujung hujan, hanya terdengar getir dan tangis yang membara
Luka-luka itu menjerit dalam kebisuan
Seperti kuburan yang sunyi, meratap dalam derita
Matahari terbenam, hilang di balik awan kelam
Mengubur kebahagiaan, meninggalkan duka yang tak terhibur
Dalam bahasa perasaan, duka menyanyi
Mendamba kebahagiaan yang kini terasa jauh
Namun, biarlah puisi ini melodi pilu
Simfoni yang menghanyutkan, memeluk sunyi dalam bahasa yang tak terucapkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H