Melukis Kenangan dengan Air Mata
Dalam senyap yang mendalam, puisi ini tercipta,
Lukiskanlah kenangan dalam riuhnya kepergian,
Kisahkanlah cinta yang meredup, hati yang berkecamuk,
Air mata mengalir dalam goresan pena yang terjal.
Hari itu, mentari bersinar cerah di langit biru,
Namun bayangan yang kukenang adalah kelabu,
Dalam desiran angin, ia berlalu pergi,
Meninggalkan dunia dengan jejak hampa yang terus berbisik.
Air mataku menjadi kuas, jiwaku adalah kanvas,
Warnai lukisan ini dengan kesedihan yang terhimpun,
Ceritakan tentang suka cita, tawa yang hilang,
Dan rindu yang merajai setiap detak jantung.
Di tepian kenangan, kita berdansa dalam kisah indah,
Seperti bunga-bunga yang perlahan layu dan tak lagi tumbuh,
Namun melalui setiap sapuan air mata yang jatuh,
Menghidupkan lukisan ini dengan warna yang tak terduga.
Setiap coretan adalah curahan hati yang terpendam,
Kepedihan yang melahirkan keindahan dalam kegelapan,
Kuwarnai dengan harapan yang tetap bersinar,
Meski ia pergi jauh, namun cintaku takkan padam.
Melukis kenangan dengan air mata yang mengalir,
Adalah cara untuk tetap mengenang dan mendoakanmu,
Meski hadirmu hanya dalam dunia yang lain,
Namun dalam hati ini, kau akan selalu hadir.
Lukisan ini adalah tanda cinta yang tak terlupakan,
Sebuah karya seni yang tak akan usai terkikis,
Air mata yang berderai adalah penitik dalam kehidupan,
Mengenangmu, mengasihi, dan takkan pernah kumiliki.
Pada akhirnya, lukisan ini adalah penghiburan,
Dalam kesedihan, ada harapan yang terpendam,
Air mata yang tumpah menjadi catatan yang abadi,
Kenangan kita, terukir dalam puisi yang takkan hilang.
Ibnul Fadani
06 Juni 2023