Mohon tunggu...
Joni Iskandar
Joni Iskandar Mohon Tunggu... Freelancer - Muda, Melankolis & Senyap

Sedang berburu dejavu yang berserakan di muka bumi | Institut Tazkia | PP Al-Ittifaqiah

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Syariah Madzhab Pertanian

11 Agustus 2015   21:13 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:13 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembahasan mainstream ekonomi syariah saat ini masih didominasi dengan perbankan. Padahal jika kita menilik dari makna katanya saja, ini sudah mencederai ruang gerak ekonomi itu sendiri. Ekonomi berdasarkan pengertiannya adalah perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan sumber daya yang ada. Jika ekonomi islam, maka proses pemenuhan kebutuhan itu berdasarkan kesesuaian dengan aturan islam (syariah). Namun faktanya, para penggiat ekonomi syariah terlalu senang dan terlena dengan euphoria pertumbuhan perbankan syariah. Walhasil, mereka lupa apa maksud dan tujuan ekonomi syariah sesungguhnya.

Sembari para penggiat ekonomi syariah madzhab perbankan hanyut dalam euphoria eksistensi semu, ada madzhab pertanian yang keberadaannya diabaikan. Menanggapi hal demikian, nampaknya, pengalaman nabi 14 abad silam menemukan relevansinya. Saat Nabi sedang mengadakan dialog dengan pembesar Quraisy, beliau mengabaikan Abdullah bin Umi Maktum yang buta ketika hendak bertanya tentang islam, Allah segera mengingatkan bahwa itu salah.

Bukankah ini maching jika diejawantahan dengan realitas diatas! Ekonomi syariah yang didominasi sektor perbankan seakan nampak lebih menggiurkan dibanding pertanian. Tentu benar jika kita hanya berpatokan pada nominal semata. Namun ada satu hal yang harus kita ingat bahwa ekonomi syariah adalah sarana untuk membangun ikatan kemanusiaan yang saling membutuhkan, lebih lebih sarana untuk mendekatkan diri pada Allah sang pencipta. Karenanya, ekonomi tidak semata mata urusan profit.

Negara Agraris

Negara indonesia merupakan negara dengan basis pertanian. Kita juga dikenal dengan negara agraris. Pertanian jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi Agricultural. Lihat! Ada kata budaya di dalamnya “cultural.” Artinya, bertani adalah budaya atau tindakan yang sudah melekat dalam perilaku suatu bangsa. Bukan karena semata hendak mencari uang, tapi memang fitrah alam kitalah yang membuat kita bertani. Karena lahan garapan tanah yang luas lah, sehingga pak tani bersedia menggarap lahannya.

Lalu bagaimana ceritanya jika lahan pertanian yang menjadi teman pak tani saban hari semakin berkurang. Sembari tanah garapan yang kian hilang, pertumbuhan penduduk semakin meningkat. Walhasil, gap antara kebutuhan dan persediaan menjadi tak seimbang. Dalam kondisi tertentu inilah yang menjadi benih permasalahan. Karena yang berniat menjadi petani dengan sendirinya akan berkurang. Sementara di sisi lain lahan tuan rumah digadaikan demi investor yang katanya untuk menopang pertumbuhan negara demi kesejahteraan bersama. Pertanyaannya adalah “kesejahteraan untuk siapa?” dan salah satu titik persoalan disini adalah minimnya dukungan dari setiap mata yang memandang. Melihat tapi pura-pura tak tahu.

Bukan hendak mempertentangkan perbankan dan pertanian, tapi semua berharap, bahwa ada titik temu antara perbankan dan pertanian. Mengingat mayoritas lembaga keuangan yang didominasi perbankan masih riskan memberikan pembiayaan sektor pertanian. Pada akhir Desember 2013 kredit pertanian hanya 4%-5% dari total kredit perbankan nasional atau sebesar Rp 300 miliar dari Rp 5,1 triliun.

Miris! Pernah dalam sebuah bincang diskusi dengan prof Didin Damanhuri, beliau menyampaikan bahwa yang dimaksud ekonomi syariah belum benar-benar ada di negara kita ini. Sementara perbankan yang digadang sebagai wujud ekonomi syariah saat ini hanyalah sebatas instrumen kecilnya saja. Faktanya, 80% dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan berasal dari daerah-daerah. Namun sangat disayangkan dari 80% tersebut hanya 10% saja yang kembali ke daerah. Padahal daerah merupakan basis mayoritas dimana kemiskinan bersemayam. Jika dilihat dengan pola Zoom In, titik kemiskinan itu ada pada sektor pertanian.

Perkawinan Bank dan Pertanian

Dari realitas ini kita bisa menyimpulkan bahwa perbankan syariah saat ini belum sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kita. Perbankan syariah harus dimaknai sebagai alat (wasilah) untuk mecapai kepentingan bersama. Jika ada pihak yang dimarginalkan dari sebuah lembaga yang disangka sebagai perwujudan entitas islam, nampaknya harus ada evaluasi besar-besaran. Manusia merupakan agen Tuhan yang mengemban tugas memakmurkan bumi dan kesejahteraan tanpa memandang kasta. Sementara kata-kata bumi sangat intim sekali dengan pertanian salah satunya. Terdengar subjektif mungkin. Tapi ada benarnya juga. Wallahu a’lami bishowab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun