Siang itu kami memutuskan untuk manggang ikan di hutan. Berangkatlah kami berdelapan ke salah satu lumpatan (kurungan ikan punya warga) yang terletak di ujung desa Kuang Dalam, Ogan Ilir Sumatera Selatan. Tak lupa kami beli rokok dan sedikit cemilan untuk bisa disantap selama disana.
Momen berkumpul memang hanya bisa kami rasakan saat libur lebaran. Maklum, beberapa dari kami memang terpencar di beberapa daerah. Ada yang merantau dengan alasan bekerja, ada juga yang karena alasan sekolah. Ada di Banyuasin, Palembang, Lampung, Jakarta, aku sendiri kuliah di Bogor. Momen mudiklah satu-satu alasan yang mempertemukan kami.
Saat itu, kami menghabiskan waktu hingga petang. Bahkan muncul niatan untuk bermalam disana, tapi kami urungkan karena tidak ada persiapan. Oh ya, apa yang kami lakukan ini disebut dengan bekilah dalam tradisi dusun. Rutinitas menghabiskan waktu bersama kawan di suatu tempat, biasanya di ladang atau di pinggir hutan. Aktivitasnya diisi dengan masak masak dan saling bercerita.
Sembari menyantap ikan yang baru matang, kami menungkai kembali fragmen ingatan tentang dusun. Benarlah yang diungkapkan kawanku, penetrasi globalisasi kerapkali membuat tradisi lokal tunduk pada global. Dan berakhir dengan penyeragaman budaya semua masyarakat. Interaksi dengan dunia luar, membuat beberapa identitas kedusunan luntur secara perlahan. Sayangnya, penyeragaman tersebut lebih banyak pada pola konsumsi.
Misal imajinasi tentang water boom yang menjadi trend baru di kampungku. Orangtua rela menempuh perjalanan ke kecamatan tetangga untuk merasakan wisata air tersebut. Padahal dulu anak-anak kecil kerap menghabiskan waktu berjam-jam di sungai dengan beragam permainan. Mulai cit-cit kabung, bermain cia'-cia'an atau berburu buahan hutan yang biasa hanyut di sungai.
Sejenak aku terdiam, aku baru paham kenapa upaya melestarikan tradisi perlu dilakukan. Selain menjaga eksistensi, itu adalah bentuk ketegasan melawan globalisasi. Menolak tunduk pada penyeragaman budaya. Jika dibiarkan, bukan hanya melahirkan masyarakat yang seragam, tapi juga bakal menjadikan kita sebagai budak pasar. LAWAN!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H